"WILDAN, AWAS AJA YA LO!!" Teriak Naura dalam hati.
Pasalnya, Naura sudah menelpon Tante Rini untuk menginap di rumah mereka. Bahkan ia juga sudah bilang ke Wildan, tapi lagi-lagi jalan pemikiran mereka tidak sama. Wildan malah menyuruh abang Naura lebih dulu ke rumah sebelum mereka, agar ia bisa membawa paksa Naura untuk pulang.
"Ga ada nginap segala, balik sana lo."
"Kalau gitu kami pamit dulu ya, tan." - Harun.
"Iya, nak. Hati-hati." Ujar Rini, mamanya Wildan.
"Lihat aja besok." Ancam Naura kesal.
Wildan menjulurkan lidahnya. "Gua tau gua ganteng. Ga harus nunggu besok, sekarang pun lo boleh lihatin gua sepuasnya. Kalau mau, setiap hari pun gua izinin."
"Udah Wildan, jangan gangguin kakak kamu sampai segitunya."
Naura tersenyum lega. "Jadi adek harus nurut sama kakaknya. Dengarin tuh kata tante gua, dasar bocah."
"Makasih Wil udah jagain Naura dengan baik."
"Sip, sama-sama bang. Saran gua, kurung aja dia di kamar mandi, bang. Biar kapok sekali-kali."
"Lo, ya!" Geram Naura.
"Pulang, tan, Wil."
"Iya, hati-hati bang."
Naura menaiki motor Harun dengan wajah datar.
"Lucu ya ma wajahnya Naura. Mau gimanapun tuh anak tetap jelek."
Rini tertawa mendengarnya. "Hust, ga boleh gitu sama kakak sendiri."
"Status itu ga berlaku di dunia persepupuan ya, ma. Mau bagaimanapun kami setara, ga main kakak adean seperti itu."
"Terserah kamu aja, tapi tetap hargai Naura selaku anak yang lahir duluan sebelum kamu."
"Harusnya mama suruh mama Via pending dulu lahirin tuh anak. Lihat aja tadi, ngelunjak 'kan sikapnya sebagai kakak."
Rini geleng-geleng kepala mendengar ucapan anak semata wayangnya itu. "Udah, sekarang kamu tidur. Ga baik bicara ngaur malam-malam, ntar kesambet ga ada yang bisa nolongin. Papa kamu lagi di luar negeri, jadi mama ga akan sanggup bopong kamu ke rumah sakit jiwa."
"MAMAAA."
Rini langsung berjalan cepat memasuki kamar.
"Wildan ga gila, ya. Yang gila itu si Naurongg."
"Lama-lama kamu mama jadiin tumbal, mau?" Teriak Rini dari dalam kamar.
"Astaga, kejamnya. YA UDAH, KALI INI WILDAN BAKAL JADI KALEM SEPERTI PAPA."
"Bagus, setiap hari aja kalau bisa." Balas Rini di dalam kamar.
"Kita dipisahkan oleh dinding, dijauhkan oleh mata batin."
"WILDAN, TIDUR UDAH MALAM!!" Teriak Rini menggelegar.
"IYA, MA, IYA. Lagian teori dari mana coba satu atap tapi ldr-an. Itu keluarga atau negara."
Ceklek
Rini langsung membuka pintu kamar. "Apa, hah? mau ngatain mama ga waras, iya? lagian ldr ga harus beda negara, bisa juga beda rumah, beda kota, dan beda perasaan HAHAHA. Seperti kamu dengan mantan kamu itu tuh, siapa ya namanya."
"Rani. Masa sama nama kembaran sendiri lupa sih."
"Nah, iya. Sekali-kali ajakin ke sini, bilangin mama kangen."
"Ogah! duh, kasihan. Ada yang lagi ldr-an nih, terpaksa meluk guling selama seminggu HAHAHA."
"Apa?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
D'amore (End)
Teen Fiction"Bulan selalu datang untuk menemani langit, tapi bintang cemburu. Bintang berniat tidak akan menemani bulan lagi, sehingga bumi hampa jika langit hanya bersama bulan saja. Layaknya dua orang yang menunggu kehadiran bintangnya." "Cinta segitiga?" Lel...