"Udah dua hari ini gua ga lihat Naura." Keluh Abiyu.
"Jangankan itu, teman lo sendiri aja ga tau kita keberadaan batang hidungnya." Tambah Ruben.
"Kalau itu mah jelas, sikap lamanya keluar."
"Bolos?" - Ruben.
"Yoi."
"Siapa yang bolos?"
Sontak Abiyu menatap ke seseorang yang sudah berdiri di belakang Ruben.
"Buge, ini cuma salah paham." Jelas Abiyu dengan cengiran kasnya.
"Siapa Ruben?" Tanya Bu Gea memastikan.
"S-sepertinya ibu salah dengar."
"RUBEN!"
"Ruben, eh, Ruben." Latah Ruben gagap.
"Nah, kamu berbohong 'kan? jawab dengan jujur, siapa yang bolos?"
"Eum... R-Wildan, bu." Ujar cepat Ruben.
"Apa?!" Kaget Bu Gea.
Abiyu menatap ke arah pandang Ruben. "Iya, bu. Itu Wildan." Tunjuknya dari arah belakang Bu Gea.
"Maksud kalian?" Bu Gea ikut menoleh ke belakang.
"Ga mungkin Wildan, jangan mengarang cerita kalian!" Saat Bu Gea menoleh ke depan, Ruben dan Abiyu sudah tidak ada di tempat.
"Kemana tuh anak? awas aja ya kalian!" Bu Gea langsung pergi meninggalkan area kantin.
Kelas
"Mentang-mentang ini pelajaran Matematika, tapi kalian acuh tak acuh sama catatan yang saya sampaikan." Ujar pak Candra.
"Saya harap kalian tidak mengabaikan peringatan penting ini, ya. Rasanya sia-sia saya selama ini mengajar di kelas kalian."
"Contoh itu Ray. Catatan dia begitu lengkap dan rapi. Selain itu dia juga aktif di dalam kelas."
Seisi kelas langsung berbisik-bisik.
"Siapa Ray?"
"Kayaknya ga ada tuh nama teman kelas kita Ray."
"Oh, anjir. Si ambis itu? teman smp gua dulu woi." Teriak seseorang sangat senang.
"Cukup! saya berikan kalian waktu seminggu untuk melengkapi catatan. Jika lewat dari perjanjian, maka saya tidak akan segan-segan menghapus kelas ini dari daftar kelas mengajar saya. Mengerti?"
"Mengerti, pak."
'Anjir, kejam juga pak botak.'
'Hust, kalau sampai dia dengar gimana?'
'Biarin, kesal gua.'
Faza menatap penuh harap ke meja sebelah. "Lo kapan balik sih, Nau?"
Kring kring
Bel pulang berbunyi.
"Astaga, kaget gua." Faza tersadar dari lamunannya.
"Baik, pertemuan hari ini berakhir. Sampai jumpa dipertemuan berikutnya. Persiapkan diri kalian untuk ulangan harian."
"Baik, pak."
Setelah pelajaran selesai, seisi kelas siap-siap untuk pulang.
"Woi, Faza. PIKETTT!!!" Teriak Rani menggelegar.
"Astaga, ni bocah satu bikin gendang telinga gua rusak aja, 11 12 sama pak botak tadi."
"Piket, Za!"
"Iya, iya. Sabar aelah." Dengan kesal Faza mengambil sapu dan menyapu lantai kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
D'amore (End)
Teen Fiction"Bulan selalu datang untuk menemani langit, tapi bintang cemburu. Bintang berniat tidak akan menemani bulan lagi, sehingga bumi hampa jika langit hanya bersama bulan saja. Layaknya dua orang yang menunggu kehadiran bintangnya." "Cinta segitiga?" Lel...