DUBRAK!
"Astaga, copot eh copot." Kaget Ruben yang tadi tengah asik dengan ponselnya.
"Barusan lo ngomong apa?" Tanya Faza menahan amarah kepada kerumunan cewek di kantin tersebut.
"Lo apa-apaan sih, datang-datang ikut gabung."
"Sok asik banget."
"Coba ulangi sekali lagi pembahasan kalian tentang teman gua tadi, Naya salah satu dari apa tadi?"
"Woi, Faza. Ngapain lo belain tuh anak." Teriak salah seorang cewek dari meja seberang yang mengenalinya.
Faza menatap penuh amarah ke sekeliling kantin.
"AYO, SIAPA LAGI YANG MAU NGEHUJAT TEMAN GUA? SEKALIAN AJA SEKARANG DI DEPAN GUA, BIAR GUA WANGIIN SEMUA MULUT BUSUK KALIAN ITU!"
"Duh, lucunya persahabatan mereka."
"Padahal Naura ga sebaik itu, tapi masih ada juga yang mau belain dia."
"Dasar kang sampah."
"Oh, atau jangan-jangan temannya juga sampah semua."
DUBRAK BRAK!!
Spontan Faza mendorong kuat meja kosong di depannya dengan cepat.
"Kalian kira, kalian udah sesuci itu, hah? dan asal kalian tau, Naura bukan sampah. Mulut lo pada tuh yang banyak sampahnya, ga pernah gosok gigi, ewh bau!"
Ruben menahan tawanya. Entah kenapa baginya Faza hari ini begitu lucu.
Bukan apa-apa, ia cuma merasa cara Faza membela Naura sangatlah diluar ekspektasi pada umumnya.
"Apa?! lo bilang mulut kami bau sampah?" Tanya kerumunan cewek di awal tadi.
"Iya, kenapa? ga terima 'kan lo? sama! gua juga ga terima saat lo ngehina teman gua seperti sampah. Padahal lo sendiri ga kalah jauh dengan sampah. Malahan bersihan sampah daripada kuman penyakitan kayak lo. Hahaha."
"APA?!" Seseorang dari mereka langsung berdiri karena benar-benar ga terima dengan ucapan Faza barusan.
"Makanya, sebelum ngatain orang lain, ngaca dulu deh. Bocil baperan, gitu aja kaget, oh, atau jangan-jangan lo baru tau kalau lo ga kalah jauh dengan sampah? sok begayaan pengen disandingkan dengan permata. Beli kaca gih sana."
"Waduh, pedas juga ya mulut lo!" Temannya yang lain ikut berdiri juga.
"Gua ngomong jujur kok, lo pun juga ga ada bedanya dengan sampah. Pokoknya kalian semua itu kuman penyakitan yang harus dihempas jauh-jauh dari bumi ini."
Bruk
Faza hampir tersungkur ke belakang akibat dorongan mereka. Namun dengan cepat ia meraih rambut salah satu dari mereka dan menjambaknya.
"Berani lo dorong-dorong gua, hah? kalau gua geger otak gimana?!" Ujar Faza tidak terima dengan ulah mereka tadi.
"Wah, suasananya makin horror nih. Udah ga bisa dibiarin." Ruben langsung mengambil alih.
"Lo duluan yang nyari gara-gara, ya."
"Lo yang duluan, malah ngata-ngatain teman gua begini begitu. Lo ngaca, jelek begitu." - Faza
Mereka terus melakukan aksi jambak-jambakan rambut.
"Eh, eh, stop. UDAHH!" Teriak Ruben menggelegar.
Tangan Faza masih tetap berada di rambut lawannya, sedangkan yang lainnya udah mundur beberapa langkah dari hadapan Faza.
"Grace, jauh-jauh dari dia." Lerai Ruben.
Cewek yang masih memegangi rambut Faza pun menoleh sinis ke arah Ruben.

KAMU SEDANG MEMBACA
D'amore (End)
Teen Fiction"Bulan selalu datang untuk menemani langit, tapi bintang cemburu. Bintang berniat tidak akan menemani bulan lagi, sehingga bumi hampa jika langit hanya bersama bulan saja. Layaknya dua orang yang menunggu kehadiran bintangnya." "Cinta segitiga?" Lel...