Tujuh

1 3 0
                                    

Tidak ada hal yang mengasikan maupun menyenangkan. Semuanya tampak melelahkan dan juga membosankan. Guru berhalangan masuk karena sakit dan kelas akhirnya berisik bagaikan pasar.

Aku melirik Naya sebentar, cewek itu asik dengan bukunya dan tak mungkin aku mengganggu nya dengan mengajaknya ngobrol. Apa lebih baik aku keluar saja, tapi untuk apa? bahkan aku tidak tau mau melakukan apa nanti.

"Buku kamu udah ketemu?" tanya Naya. Sepertinya cewek itu memperhatikan gelagat ku yang bosan. Memang Naya ini yang terbaik, selalu peka terhadap lingkungan.

"Belum, tapi kemarin Angga kasih pinjem bukunya ke aku," jawabku.

"Angga? Kenapa bisa? Maksud gue, kenapa Angga baik banget sampai ngasih pinjem bukunya ke lo? Biasanya dia bodo amatan sama orang."

"Enggak tau, kemarin Angga ngasihnya pas yang lain udah pulang. Oh iya, kamu deket ya sama Angga sampe tau kebiasaannya," ucapku.

"Kita satu sekolah dulu tapi gak begitu deket cuma kadang-kadang masih suka ngobrol."

Aku mengangguk faham, pantas saja dari awal aku kenal Naya dia sudah terlihat deket dengan Angga, ternyata memang SD nya mereka satu sekolah.

"Gue tebak, Angga suka sama lo."

Aku tercengang, bagaimana bisa Naya berkata begitu padahal jelas perlakuan Angga hanya sebatas meminjamkan buku. Tunggu, sepertinya aku merasa dejavu. Sebelumnya Adi juga pernah berkata seperti ini padaku, hanya saja tentang Ari bukan Angga dan ya kalian pasti tau itu berakhir dengan tak mengenakan. Fakta bahwa aku baper dengan ucapan Adi sehingga aku yang malah menyukai Ari. Tidak, untuk kali ini aku tidak akan terpengaruh dan tidak akan memikirkan ucapan Naya, lagi pula itu tidak benar dan aku yakin Angga hanya menganggap ku sebagai teman.

"Jangan bercanda."

"Siapa tau aja."

Aku menghela nafas, mengalihkan perhatiannya. Entahlah, berbicara dengan Naya seakan melelahkan. Bukannya aku tidak senang hanya saja aku terlalu malas untuk membahas topik seperti ini.

"Lo suka sama Angga!!"

aku tersentak, spontan mengalihkan pandangan ku pada orang yang berteriak barusan. Itu Rega teman dekat Angga, aku pribadi tidak terlalu dekat dengannya tetapi sesekali kami mengobrol.

"Enggak, kata siapa!!" aku ikut berteriak, beruntung kelas cukup sepi jadi tidak ada yang banyak bertanya tapi karena itu juga suara teriakan ku terdengar kencang.

"Gue kasih tau Angga ya, penasaran sama responnya." Setelah berucap Rega pergi.

Naya hanya diam tanpa bereaksi apapun padahal aku berharap dia membantu ku. Jadi tanpa menunggu panjang aku bangkit, pergi menghampiri Rega yang sedang menuju Angga.

Aku terkejut, Angga dan Rega jalan bersamaan menuju arahku. Apa jangan-jangan Rega memberitahu Angga, ayolah bukan itu yang tadi kami bicarakan. Kenapa Rega mengarangnya seenak jidat.

"Jangan percaya Sama yang di bilang Rega, aku gak ngomong gitu tadi!!" ujar ku pada Angga.

"Ngomong apaan?" Aku terdiam, bukan kah tadi Rega memberitahu pada Angga apa yang tadi kami bicarakan.

"Pokoknya jangan percaya aja, itu gak bener soalnya."

"Ya ngomong apaan dulu, orang Rega cuma nyamperin gue doang gak ngomong apa-apa."

"Awas aja kalo percaya," Ucapku dengan nada menekan.

"Ngomong apaan sih emang?" tanya Angga pada Rega.

"Pokoknya jangan percaya!!! Itu bohong, aku gak pernah ngomong kayak gitu!!!" Pekik ku sebelum Rega menjawab pertanyaan Angga.

"Lo berdua aneh," Angga meninggalkan ku dan Rega.

My Teenage Years {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang