Dua Puluh

1 1 0
                                    

Ini sudah beberapa hari setelah Sania berkata seperti itu dan hari-hari berikutnya apa yang Sania katakan memang benar. Aku merasa Angga sedikit berbeda padaku. Tidak, maksudku sikapnya pada ku sama seperti biasa, baik dan juga perhatian. Tapi sekarang aku sadar perhatian di sini adalah perhatian yang berbeda. Sejujurnya aku tidak merasa terganggu dengan itu mengingat Angga memang selalu seperti itu sejak kelas satu, tetapi sikap Angga yang begitu sedikit membuatku baper dan tidak nyaman di waktu bersamaan.

Yena, dia semakin hari semakin sinis padaku, membuatku bingung berada di situasi seperti ini. Jika boleh memilih, aku akan memilih untuk tidak dekat dengan Angga, aku tidak ingin seseorang memusuhiku hanya karena permasalahan cowok sekalipun aku baru mengenal orang itu. Bagiku teman adalah yang paling utama. Aku tidak ingin kejadian SD terulang. Orang-orang menjauhiku karena aku dekat dengan seseorang yang mungkin dia adalah superstar di kalangan perempuan.

"Lo suka kan sama Angga?!"

Aku menghela nafas pelan sambil memejamkan mata beberapa detik, "udah aku bilang aku deket sama dia karena sebelumnya kelas kita sama."

"Gue gak bodoh Yuna, lo baper kan sama Angga karena dia selalu baik sama lo," sarkas Yena.

Kelas dalam keadaan sepi, bahkan bisa di bilang hanya ada aku dan Yena sekarang. Entah mereka memang sengaja berlama di lab komputer atau mereka memang masih dalam perjalanan ke kelas.

Aku dan Yena lebih dulu keluar dari lab komputer setelah menyelesaikan praktik kami. Mengingat di kelas hanya ada aku dan Yena akhirnya dia mulai membahas hal ini. Pembahasan yang bahkan Dania dan Meta pun tidak tau.

"Gue gak suka lo deket Angga dan gue tau cara apa yang bikin kalian gak deket," ujar Yena.

Aku membulatkan mataku, "JANGAN GILA YENA!!!" Pekik ku.

Yena mengeluarkan gunting dari saku rok nya. Memotong secara acak rambutnya hingga tak beraturan, setelahnya gunting itu dia lempar ke lantai dan berlanjut menjambak rambutnya.

Aku tidak bisa diam, secara spontan aku berusaha melepaskan tangan Yena agar tidak lagi menjambak rambutnya sendiri. Namun siapa sangka ini adalah jebakan Yena. Dia sengaja melakukan hal ini agar seolah aku membully nya di tambah posisi kami berdua berdiri, dimana Yena menyender pada tembok sementara aku membelakangi pintu masuk. Bener-bener seperti aku membully Yena jika ada orang yang melihat dari pintu kelas.

Awalnya aku tidak berfikir ini adalah rencana busuk Yena tapi sampai akhirnya suara teriakan terdengar, dan saat itu juga aku sadar.

Semua orang berdiri di depan pintu masuk kelas, mereka melihatku dalam keadaan seperti ini. Tidak, kalian salah paham, aku sama sekali tidak melakukan apapun. Aku hanya berusaha melepaskan jambakan rambut Yena sendiri.

Di depanku Yena sudah menangis, bahkan keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Semua murid di kelas ku mulai menghampiriku, bahkan Adi sudah berdiri di depanku dengan tatapan marah. Cowok itu langsung menarik tangan Yena agar berada di belakangnya.

Dania dan Meta mulai mendekat padaku, mereka mendorongku sangat keras sampai aku jatuh ke lantai, menabrak beberapa bangku dan meja. Aku meringis saat siku dan kaki ku mengeluarkan darah.

"GUE GAK NYANGKA LO BAKAL BERBUAT HAL KAYAK GINI SAMA YENA. LO LUPA DIA SIAPA?!! DIA TEMEN KITA, TEMEN SEBANGKU LO!!!" Teriak Meta.

"Kalian semua salah paham, aku..."

"SALAH PAHAM APANYA. SATU KELAS JUGA NGELIAT LO LAGI NGEJAMBAK YENA. DAN INI APA..."

Dania mengambil gunting yang ada di lantai, "...DAN LO JUGA GUNTING RAMBUT YENA KAN!!!! SUMPAH, KALO GUE TAU LO PUNYA NIAT BURUK SAMA YENA GUE GAK AKAN PERNAH MAU TEMENAN SAMA LO YUNA!!"

My Teenage Years {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang