Roda selalu berputar, kadang di atas kadang di bawah. Roda juga sebagai gambaran hidup dimana takdir selalu terombang-ambing bagaikan ombak, banyak dan juga tak terhitung berapa kali. Kesalahan bisa termaafkan tapi tidak di lupakan. Banyak orang gampang meminta maaf tanpa tau seberapa sulit orang untuk memaafkannya dan kita bisa apa selain memaafkan orang itu.
Satu tahun bukanlah waktu yang singkat, banyak fenomena dan kejadian di setiap menit dan detiknya. Kejadian yang tak terlupakan maupun mudah terlupa, itu hanya tergantung bagaimana kita menghadapinya. Ketimbang menyesal dan meratapi garis takdir, lebih baik membuka lembaran baru kedepannya, memastikan semuanya terkendali bagaikan tulisan di buku, semuanya terarah tanpa adanya coretan tak bermakna.
Dalam satu tahun juga aku mempelajari banyak hal, kebahagiaan tidak datang dengan sendirinya melainkan dari orang-orang terdekat dan diri kita sendiri. Aku bersyukur dan akan terus bersyukur karena memiliki teman setulus Linda dan Yana, seseorang yang baru dekat denganku setahun belakangan. Mereka benar-benar menetapi janji mereka sebagai teman yang ku miliki, kebahagiaan dan kegembiraan selalu datang padaku meski dari hal kecil yang mereka lakukan. Aku tertawa lepas tanpa adanya beban seakan mereka berdua tengah menguras habis beban pikiran yang ku tanggung selama ini. Namun sayang, kebahagiaan itu harus hilang detik ini juga. Hari yang orang-orang tunggu namun ku benci.
Hari dimana kelulusanku tiba, bohong jika aku tak senang lulus namun rasa sedih itu tetap menyelimuti pikiran dan perasaanku.
Linda dan Yana sama sekali tak bisa masuk di sekolah yang sama denganku. Linda mengambil sekolah di dekat rumahnya sementara Yana memilih pindah rumah dan tentu saja itu semua atas permintaan orang tuanya. Aku? Entahlah bagiku semua sekolah sama saja dan tidak masalah aku di masuki di mana.Awalnya aku ingin masuk di sekolah yang sama dengan Linda namun keinginan ku itu harus musnah ketika mama memberi tahu bahwa aku akan di masukan di sekolah kakak dulu. Aku hanya menurut dan mungkin ini juga jalan terbaik untuk ku.
"Apa kita akan pisah sekolah?" tanya Yana.
"Begitu sepertinya, sudahlah tidak apa-apa bukankah nanti masih bisa bertemu," ujar Linda.
"Ya itu pasti."
Jujur, aku tak yakin soal itu tapi aku hanya mengangguk, mengiyakan ucapan mereka. Percakapan kami terlalu panjang untuk di jelaskan sampai tak sadar jika Adi sudah berada di dekat ku bersama...
...Ari.
Aku menunduk, tiba-tiba perasaan yang sejak lama ku pendam kembali muncul, beruntung tak ada satupun yang curiga dengan gelagat ku.
"Yah kita pisah sekolah." Adi berucap, mau tak mau aku harus menatap kearahnya.
"Ya bagus jadinya aku gak ada yang gangguin lagi," ucapku.
"Mana ada, aku masih bisa gangguin ya lewat chat," ujar Adi.
"Aku gak punya hp," tangkas ku.
"Gak usah bohong aku punya nomer kamu dari kak Noval."
"Pasti kamu yang minta, kak Noval mana mungkin ngasih nomer adeknya ke orang yang nyebelin kayak kamu."
Adi tertawa begitu juga dengan yang lain. Aku sedikit tersenyum melihat semuanya tertawa, mataku bahkan sesekali melirik Ari yang ikut tertawa. Sampai suara tawa itu mendadak hilang ketika seseorang bersuara.
"Di sekolah yang baru nanti kamu jangan terlalu polos ya."
Aku menatap Adi, cowok itu tetap tersenyum meski teman-teman ku menatapnya. Aku faham maksud Adi dan aku tau kalau sebenarnya Adi khawatir padaku. Sejak dulu Adi selalu sama dan tidak pernah berubah, perhatian dan baik padaku meski sedikit menyebalkan. Tapi aku tau alasan kenapa Adi bertingkah menyebalkan, karena dia mau aku tertawa, bukan hanya diam di pojokan sambil memperhatikan situasi yang ada tanpa ikut bergabung.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Teenage Years {END}
Roman pour AdolescentsAkan banyak peristiwa yang terjadi di saat masa remaja. Susah, senang maupun urusan hati. Konflik yang mungkin akan terus bermunculan sehingga karakter pendewasaan terbentuk. Beberapa hal manis mungkin juga bisa terjadi di masa ini, seperti percint...