Setelah seminggu tidak masuk, akhirnya hari ini aku masuk, tepat di hari ujian kenaikan. Jujur, selama seminggu ini aku banyak kehilangan fokus dan pelajaran. Aku harap aku bisa mengerjakan soal ujian nanti.
Aku bukan tipe orang yang pintar, jadi butuh beberapa bacaan agar aku benar-benar bisa menjawab soal. Kadang aku iri dengan mereka yang pintar tanpa membaca.
Aku menghela nafas lega. Setidaknya beberapa dari pertanyaan bisa ku jawab tanpa kesulitan. Hampir sembilan puluh persen soal yang keluar adalah materi terlama, bukan materi yang keluar saat aku sakit. Mengingat setiap ujian hanya ada dua mata pelajaran, maka pulang pun akan lebih di percepat.
Jujur, awalnya aku sedikit takut bertemu Naya saat di kelas. Namun seketika rasa takut itu hilang begitu aku melihat teman temanku yang lain. Setidaknya itu tidak akan membuat hubunganku dengan Naya menjadi canggung.
"Mau pulang?" tanya Naya.
Aku mengangguk. Setelah semuanya beres aku bangkit. Namun sebelum pulang aku memutuskan pergi ke kantin sebentar. Sepertinya perutku berdemo ingin di isi.
Sebelumnya aku sudah bicara pada Prista agar tidak menungguku. Hari ini aku akan pulang sendiri, mengingat temen pulang ku hanya Prista satu-satunya.
"Angga!!" pekik ku.
Cowok itu berhenti tepat setelah aku memanggil. Tanpa menunggu lama aku berjalan kearahnya. Dengan buku di genggamanku. Karena sekarang sedang ujian kenaikan kelas, jadi aku tidak perlu buku itu lagi.
"Ini, makasih banyak udah minjemin buku paket kamu. Maaf kalo selama ini kamu kesusahan belajar."
Angga menerima buku itu dengan senyum di wajahnya. Melihat itu membuatku spontan ikut tersenyum.
"Ujian mapel ini kan belum, yakin mau langsung di balikin?" tanya Angga.
"Iya, lagian aku udah punya banyak catatannya."
"Yaudah kalo gitu, makasih juga ya udah balikin," ujar Angga.
"Harusnya aku yang makasih. Kalo gitu aku duluan ya."
Angga mengangguk. Kami berdua sama-sama keluar dari kelas. Namun saat aku berjalan kearah lain Angga berhenti, "Lo mau kemana, gak pulang?"
"Pulang tapi mau ke kantin dulu, mau ikut?" tanyaku.
"Enggak deh, gue pulang duluan aja. Udah di tungguin sama Rega."
Aku mengangguk. Angga pergi begitu pula denganku. Tanpa membuang waktu aku melangkah menuju kantin. Semakin aku menunda akan semakin telat juga aku pulang.
Namun sesampainya di sana, mataku justru melihat seseorang yang familiar. Aku tau dia siapa tapi aku tidak tau nama orang itu. Meskipun sudah dua kali bertemu aku masih belum mengetahui namanya.
Aku berjalan menuju tempat es dan seblak. Sepertinya siang-siang makan itu akan terasa enak. Dan siapa sangka, orang itu juga ternyata membeli seblak, hanya saja tempat duduk kami berbeda. Diam-diam aku terus memerhatikan orang itu.
Dari perilakunya terlihat jelas kalau dia orang yang pendiam. Tapi aku tidak bisa mengambil kesimpulan sepihak. Kami tidak dekat jadi aku tidak boleh punya fikiran seperti itu.
Sejujurnya aku sedikit penasaran dengan namanya tapi aku terlalu malu untuk bertanya.Aku memakan seblak itu dengan hati-hati. Rasanya masih sangat panas jika aku memakannya buru-buru. Setelah beberapa menit berlalu aku menyelesaikan makannya. Tanpa berfikir panjang aku bangkit, melangkahkan kaki ku pergi. Untungnya sebelum makan aku sudah membayarnya lebih dulu. Setidaknya setelah selesai aku hanya tinggal pergi.
Selama perjalanan aku melamun meski tatapanku tetap melihat jalan. Lantunan musik mengalun merdu di telingaku. Ini adalah runtinitas ku saat pulang. Meski aku hanya menggunakan angkot tapi setidaknya dengan mendengar musik dapat menghilangkan rasa bosanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teenage Years {END}
JugendliteraturAkan banyak peristiwa yang terjadi di saat masa remaja. Susah, senang maupun urusan hati. Konflik yang mungkin akan terus bermunculan sehingga karakter pendewasaan terbentuk. Beberapa hal manis mungkin juga bisa terjadi di masa ini, seperti percint...