Tiga Puluh Dua

2 3 1
                                    

Setelah melewati beberapa proses yang aku lalui, akhirnya hari kelulusanku besok. Hari ini sekolah mengadakan sesi potret untuk album kenangan.

Semua orang tampak menikmati acara itu. Mereka berpose riang dan ceria. Hari ini sepanjang kelas yang ku dengar hanya tawa dan keributan soal make up. Khusus hari ini guru membiarkan siswi membawa make up, selama itu tidak berlebihan.

Aku merasakan euphoria juga hari ini. Namun aku merasa hampa. Di hari ini aku merasa kekosongan yang hinggap di dalam diriku. Aku merasa kosong tanpa geng pertemanan. Laras memang selalu ada untuk ku tapi aku tidak ingin membuatnya hanya denganku. Aku ingin Laras juga bergabung dengan yang lain tanpa diriku. Selama ini aku merasa hanya menyusahkan Laras di sekolah. Hanya aku yang tidak mempunyai teman. Laras masih banyak yang mau berteman dengannya dan aku ingin Laras menghabiskan waktunya dengan teman-temannya itu bukan denganku.

"Ayo keluar yang lain udah nunggu."

Aku mengangguk pelan, mengikuti langkah Laras dari belakang.

Tema yang di ambil untuk pemotretan kelasku adalah hitam. Semua sepakat menggunakan setelan hitam hitam. Aku tidak ingin tampil ribet, alhasil aku hanya memakai hoodie dan celana bahan panjang.

Aku memilih berdiri di paling ujung, bahkan hampir tidak terlihat. Seandainya aku boleh tidak ikut maka aku akan memilih itu. Semua berjalan singkat tapi terkesan. Aku segera pergi setelah acara pemotretan. Namun secara tiba-tiba seseorang menahan tanganku.

"Ayo foto bareng. Mungkin ini terakhir kali kita ketemu, setelah ini gue bakal pindah. Ada kemungkinan gue gak ikut acara perpisahan nanti," ucap Raihan.

"Pindah kemana?" tanyaku penasaran.

"Gak tau. Gue cuma ikut orang tua, mereka yang tau."

Aku mengangguk pelan. Raihan berteriak memanggil Laras yang sudah jauh. Sedikit paksaan akhirnya dia kemari dengan ocehan kecilnya.

"Lain kali kalo mau minta tolong ngomong pas lagi dekat," protes Laras.

"Lo nolongin gue juga dapet pahala," ujar Raihan.

"Gue tau. Buruan, lo mau foto berdua kan bareng Yuna. Cepet keburu ada yang liat, gue gak mau ya ada drama antara kalian berdua."

Aku dan Raihan mulai berdiri bersebelahan. Raihan lebih tinggi dariku jika aku berdiri sebelahan dengan dekat. Ku kira selama ini dia sama denganku ternyata aku yang pendek.

"Gaya dong kaku amat kayak kanibo kering!!"

Aku tersentak, Raihan menarik bahuku untuk di rangkul. Aku melirik kearahnya dengan raut kaget, sementara yang di tatap seperti biasa seakan tidak terjadi apapun.

"Nah gitu kek. Nih, bagus tuh hasilnya karena gue yang fotoin."

"Makasih Ras," ucap Raihan.

"Sama-sama, udah gak ada lagi kan tugas gue."

"Iya."

"Oke, gue pergi. Na, lo nyusul gue ya ke kantin awas gak ke sana."

Aku mengangguk sebagai jawaban. Mungkin ini akan menjadi hari terakhir aku ke kantin. Seketika aku kepikiran soal Raihan pindah. Bukankah aku yang ingin menjauh darinya, tapi kenapa rasanya berat seakan aku tidak terima dengan berita kepindahannya. Harusnya aku senangkan, itu artinya aku tidak akan bertemu dia lagi, bahkan saat di rumah sekaligus.

"Lo mau tetep di sini?" tanya Raihan.

Aku tersentak pelan, "I..ini juga mau pergi."

"Lo mau gak?"

"Apa?" tanyaku.

"Foto berdua barusan."

"Boleh."

"Nanti gue kirim. Lo mau langsung ke kantin?"

My Teenage Years {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang