Dua

7 5 0
                                    

"Apa Ari suka sama kamu?"

Aku menoleh cepat, keningku mengkerut akibat pertanyaan bodoh dari Adi. Maksudnya apa coba bicara seperti itu, jelas-jelas aku tak tahu dan rasanya juga mustahil.

"Mana aku tau, tanya aja sama orangnya. Lagian kamu nanya hal yang gak ada manfaatnya tau gak, kita itu masih kecil jadi gak mungkin suka-sukaan. Belajar dulu yang bener."

Aku menggerutu, tanpa sadar kaki ku melangkah kedalam kelas, meninggalkan teman-teman yang masih di lapangan.

"Ya gimana aku gak mau tanya, si Ari tiba-tiba jadi suka merhatiin kamu terus dia aja bahkan ngajak kamu satu sekelompok," ucap Adi yang masih mengikutiku.

"Ya kan bisa aja karena dia kasihan sama aku karena gak ada kelompok. Pikiran kamu kejauhan tau gak."

"Heh kita ini udah kelas lima pasti udah tau tentang suka sama lawan jenis, apalagi cowok pasti mereka udah kenal suka-sukaan dari kelas tiga," ujar Adi.

"Emangnya kamu udah sampe bisa bilang gitu?"

"Udah, aku udah mulai suka sama orang kelas empat."

"Terserah kamu Adi, pusing aku dengar ucapan gak jelas kamu."

"Gak jelas dari mananya Yuna."

"Kalian berdua kenapa di dalam kelas?!"

Aku dan Adi menoleh, menatap ke arah suara. Di depan pintu sudah ada Ari dan Fera sedang memegang kerajinan kelompok ku. Aku tak peduli pada mereka karena Adi membuat mood ku rusak jadi aku memilih untuk diam biar Adi yang menjawab.

"Emang kenapa, kita cuma istirahat bentar, kamu sendiri kenapa di sini?" tanya Adi pada Ari.

"Kita mau naro ini di meja guru," Bukan Ari yang menjawab tetapi Fera.
Adi mengangguk, cowok itu keluar begitu saja sementara aku memutuskan untuk berdiam diri di kelas sampai suara seseorang membuatku bangkit dengan kesal.

"Yuna kamu harus keluar juga," ujar Fera.

***

Malam telah menjelang, bulan sudah pada tempatnya, hewan malam mulai terdengar dan kesunyian yang merajalela. Hening mendominasi namun pikiran terus berputar dalam benak, bertanya-tanya tentang fakta yang belum tentu kebenarannya.

Aku terus memutar dan membalikan badan, mencari posisi terenak namun itu bukanlah ide bagus. Tubuhku justru malah terasa pegal hingga akhirnya aku memutuskan untuk duduk, termenung sambil menatap jendela. Ekor mataku menangkap arah jarum jam, pukul sebelas, waktu dimana seharusnya aku sudah terlelap. Satu hal yang membuatku bingung, ucapan Adi di sekolah tadi. Perkataan yang mengatakan bahwa Ari menyukai ku.

Jujur otak ku tak bisa berhenti untuk menjawab pertanyaan Adi itu. Aku tau perkataan Adi hanyalah sebuah pertanyaan dimana seharusnya ada jawaban, namun masalahnya aku tak kunjung mendapat jawaban itu yang mengganggu pikiran dan otak ku.

"Kenapa belum tidur?"

Aku tersentak, seseorang muncul dari balik pintu kamarku.

"Aku gak bisa tidur," jawabku dengan memelas. Sosok itu tersenyum lantas duduk di pinggir kasurku, tangannya mengelus pelan pucuk kepalaku, menciptakan rasa nyaman dan aman bagiku.

Noval, dia adalah kakak laki-laki ku sekaligus kakak satu-satunya yang ku punya. Seseorang yang membuatku merasa beruntung karena memilikinya. Seseorang yang memiliki sikap lembut dan perhatian meski kadang-kadang juga menyebalkan. Tapi ketimbang menyebalkan kak Noval lebih banyak memiliki sifat lembut, maka dari itu aku sangat-sangat menyayangi nya. Mungkin faktor utamanya karena jarak antara kami cukup jauh.

My Teenage Years {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang