Enam

1 3 0
                                    

Olahraga, satu pelajaran yang kurang aku minati, tentu saja karena olahraga itu melelahkan. Entahlah, aku adalah tipikal orang yang malas gerak. Dengan berat hati aku gerakan tanganku, merilekskan sendi-sendi dan tulang di tubuhku. Pemanasan memang wajib sebelum olahraga jadi aku harus serius dalam hal ini atau kalau tidak akan terjadi hal yang tak diinginkan.

"Baiklah, materi hari ini adalah lompat jauh. Kalian harus berlari dan ketika sampai di garis itu kalian semua harus loncat sejauh-jauhnya. Faham??"

"Faham pak!!"

"Baiklah di mulai dari absen pertama."

Absen pertama, baiklah namaku pasti akan lama di panggil, mengingat namaku di mulai dari huruf Y. Sembari menunggu giliranku, lebih baik aku duduk sejenak sambil memperhatikan yang lain.

Jujur, mereka sangat baik dari yang aku kira. Meskipun ada beberapa dari mereka hanya bisa melompat rendah tapi setidaknya mereka baik. Tunggu, apakah aku bisa seperti mereka. Entahlah lompat dengan jarak 40cm saja sudah untung bagiku.

"Yuna nama lo di panggil itu."

Tunggu, kenapa cepat sekali giliranku. Apakah sejak tadi aku melamun, rasanya baru saja aku melihat teman-teman ku tapi kenapa sudah giliran ku.

"Yuna, ayo cepat!!"

"Iya pak," pekik ku.

"Bapak kasih kesempatan 3 kali untuk pengambilan nilai, kamu siap?"

"Siap pak."

"Baiklah ayok lakukan." Aku mengangguk, menghela nafas sejenak. Perlahan kakiku mulai bergerak, berlari secepat mungkin agar aku bisa lompat sejauh mungkin.

"Auww!!"

Semua tertawa, ah memalukan sekali. Bagaimana bisa aku lupa untuk melompat sehingga aku malah terjatuh tak elit di depan banyak orang. Beruntung pasirnya cukup lembut sehingga tak begitu terasa sakit.

"Mangkanya Yuna kamu cukup lari perlahan di awal lalu menambah kecepatannya perlahan. Jangan langsung lari kencang, ayo coba lagi masih ada dua kesempatan lagi."

"Iya pak." Aku bangkit, kembali mengambil posisi awal dimana aku mulai. Sebelum berlari aku melirik teman-temanku sejenak, mereka masih asik tertawa.

"Siap, mulai!"

Tunggu, aku belum siap kenapa pak guru malah menginstruksikan untuk pergi sekarang. Ah, tidak aku tidak siap lompat. Dan..

"Pak, saya belum siap lari tadi." Aku menahan gondok dalam hati ketika suara tawa terdengar lagi. Teman sekelas ku tertawa melihat cara lompat ku yang aneh.

"Kamu kira sekarang sedang bermain karet sehingga kamu loncat seperti itu," ucap Pak guru dengan kekehan.

"Pak saya gak bisa loncatnya, lagian bapak bunyiin pluit nya pas saya lagi bengong."

"Tidak papah, masih ada satu kesempatan lagi. Kali ini lakukan dengan benar."

"Iya pak." Kembali pada posisi awal, aku lirik sekitar dengan malu yang menghampiriku, dalam hati aku membatin. Ternyata sejak tadi teman-teman ku juga pasti menahan malu ketika mereka gagal dan bodohnya aku malah ikut menertawakan.

"Yuna bersiap, satu, dua, tiga!!"

Aku berlari namun dalam hitungan detik keterkejutan menghampiri ku. Angga ikut berlari di sebelahku, kami berlari beriringan dengan kecepatan yang sama atau, Angga yang mensejajarkan nya denganku.

"Dari tadi gitu kek," ujar Angga segera menepi.

Aku tersenyum kala Angga berkata begitu. Ini memang aneh, kenapa saat bersama Angga tadi aku bisa lompat dengan jarak lumayan jauh dari sebelumnya. Bahkan setelah ku ingat Angga sejak tadi berada di kelas mengingat gilirannya sudah lama berlalu. Sepertinya aku harus berterima kasih padanya nanti.

My Teenage Years {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang