Pagi ini warna langit sedang abu. Bahkan suram nya hampir sama seperti aura Jimin. Dengan mata yang sembab disertai hidung yang memerah, Jimin menduduki tempat duduknya di dalam kelas.
Tasnya ia taruh di atas meja sementara kepalanya ia tenggelamkan dibalik kedua tangan.
Efek semalaman menangis di bawah bantal, wajahnya pun jadi membengkak seperti sekarang ini. Sangking tenggelamnya dalam kesedihan, ia bahkan tak sempat makan sejak tadi malam.
Melihat temannya yang murung, Ryujin, Renjun, dan Jihan pun menghampiri tempat duduk pria itu.
Ryujin menyentuh bahu Jimin. "Jimin, Lo kenapa?" Tanyanya.
Jimin hanya menggeleng saja tanpa berniat untuk mengangkat wajahnya. Ia malu, pasti kini wajahnya sangat jelek.
Renjun pun tak ingin bertanya banyak. Ia lebih memilih untuk mengusap punggung lelaki itu dengan lembut.
Begitu juga dengan Jihan, sama dengan Renjun, ia juga berusaha untuk menenangkan Jimin.
Biarlah temannya ini menenangkan dirinya terlebih dahulu, jika memang ia sudah siap untuk bercerita, pasti mereka akan mendengarkannya.
Daripada mereka bertanya disaat yang belum tepat seperti sekarang, yang ada Jimin malah akan mengeluarkan air matanya kembali.
Jadi mereka pun menunggu Jimin hingga sepuluh menitan lamanya, barulah Jimin memperlihatkan wajahnya.
"Lo kenapa?" Tanya Renjun. Ia usap kepala Jimin dengan tangannya.
"Gue capek"
"Capek kenapa Jimin. Coba cerita sama kita. Siapa tau kita bisa bantu" Ucap Jihan.
"Iya Jim, kalau Lo capek bilang aja sama kita Jim. Kita pasti bantuin Lo kok" Ryujin menimpali.
Jimin menarik nafasnya dalam-dalam. Ia menatap satu per satu dari ketiga temannya.
"Mereka selalu nyalahin gue walaupun itu bukan salah gue. Mereka selalu nyuruh gue buat ngalah. Gue udah nggak sanggup, gue capek terus-terusan dikesampingin kayak gini. Gue juga punya hati, punya perasaan. Kalau gue diginiin terus gue nggak bakal kuat..."
"...Iya gue tau awalnya emang salah gue, kalau aja dulu gue nggak bikin kesalahan itu pasti kejadiannya nggak bakal kayak gini. Padahal gue udah minta maaf, gue udah usaha untuk memperbaiki semuanya. Gue juga udah coba untuk memenuhi semua keingan mereka. Tapi tetep aja mereka nggak akan pernah puas"
"Mereka itu siapa Jimin?"
"Mereka yang orang lain sebut keluarga tapi gue nggak pernah merasa jadi bagian dari keluarga itu" Ucap Jimin tertunduk.
Ryujin duduk di sebelah Jimin lalu kepala laki-laki itu di taruh di bahunya. Ia membiarkan Jimin untuk beristirahat sejenak di pundaknya. Ia tahu Jimin pasti sangat lelah. Hati, pikiran, dan tenaganya pasti sedang rapuh. Ia mengerti. Apapun yang Jimin rasakan saat ini, pasti sangat menyakitkan.
"Kalau Lo capek, istirahat dulu aja ya Jimin. Jangan terlalu maksain diri untuk merubah orang lain, karena kalau bukan orang itu sendiri yang mau berubah, nggak akan pernah berubah Jim"
"Iya Jim, mungkin Lo bisa mulai mengikhlaskan Jim. Ikhlasin aja semua perlakuan mereka ke Lo, siapa tau dengan begitu hati Lo bisa jadi lebih lega" timpal Renjun.
Jimin diam sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Gue juga pengen punya seseorang yang selalu belain gue Njun, yang nggak melulu nyuruh gue untuk ngalah"
"Jimin, kamu tenang aja. Kita selalu ada di pihak kamu Jimin"
"Bener Jim, kita bakal selalu dukung Lo kok jim" Ucap Ryujin. Menepuk kepala Jimin pelan.
"Yuk semangat yuk Jimin, gue yakin Lo kuat!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
VARSHA || KOOKMIN [✓]
FanfictionSemua orang suka hujan. Namun tidak dengan Jimin. Laki-laki itu benci hujan, lebih lagi ia takut dengan hujan. Tak masalah jika pada saat hujan ia berada di dalam ruangan tertutup. Namun akan menjadi masalah jika ia melihat atau bahkan marasakan huj...