Tiga Dua

310 25 8
                                    

Didalam kamar Jihan yang di dominasi dengan warna biru langit, mereka berempat duduk di atas kasur king size milik Jihan. Jimin telah menceritakan seluruh hal yang dari dulu ingin ia ungkapkan kepada teman-teman nya. Akhirnya perasaannya sedikit lega setelah berbagi dengan mereka. Duri yang telah lama menusuk hati Jimin kian terlepas. Ia sedikit merasa bebas walau hatinya tentu masih terluka.

"Hikss Jimin kamu kuat banget" Jihan menitikkan air matanya mendengar seluruh kisah Jimin.

Menurut mereka, Jimin adalah manusia yang sangat kuat. Ia bisa bertahan dengan segala beban yang dilimpahkan kepadanya meski sebenarnya beban tersebut seharusnya dipikul oleh seluruh keluarga, dan bukannya malah hanya menitikberatkannya kepada salah satunya saja. Ini adalah kesalahan bersama. Jika saja mama Jimin tidak menyuruhnya untuk pergi ke warung maka tidak akan begini, dan jika saja Yoongi menuruti apa yang Jimin ucapkan untuk tidak berlari, maka kejadiannya tentu tidak akan seperti ini. Mereka semua salah. Bukan hanya Jimin saja.

"Gue nggak ngerti sama jalan pikiran kakak Lo Jim. Padahal jelas-jelas dia yang salah karena udah nyebrang sambil lari. Tapi kok bisa dia malah nyalahin Lo?!" Renjun tak habis pikir. Kakaknya Jimin terdengar sangat playing victim di telinganya.

Ryujin setuju dengan ucapan Renjun. Seharusnya kakak Jimin introspeksi dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang lain. "Bener Jim, kakak Lo kebangetan banget. Ini bukan sepenuhnya salah Lo Jimin. Mereka juga salah"

"Waktu itu Lo cuma anak kecil yang takut keluar sendirian malem-malem. Jadi hal yang wajar kalau Lo minta ditemenin. Harusnya udah jadi tanggungjawab kakak Lo buat jaga dirinya sendiri" ucap Renjun lagi. Ia masih belum bisa menemukan dimana titik kesalahan Jimin yang selalu di permasalahkan oleh keluarganya. Saat itu Jimin hanya anak kecil yang butuh perlindungan. Maka dari itu dia mengajak sang kakak untuk pergi bersamanya.

Apakah itu salahnya jika Yoongi memutuskan untuk berlari meninggalkan Jimin? Apakah itu salahnya jika Yoongi menyebrang jalan tanpa liat-liat terlebih dahulu? Jimin sudah memeringatinya untuk tidak berlari. Namun nasihatnya tidak diindahkan.

"Sabar ya Jim, terkadang rumah memang bukan tempat yang tepat untuk kita bersandar. Justru rumah adalah tempat yang selalu memaksa kita untuk bersabar" ucap Renjun.

"Iya Njun, gue udah ikhlas. Terserah mereka mau kayak gimana. Mau bilang gue pembawa sial lah, nggak tau diri lah, atau bahkan pembunuh lah, terserah! gue capek terus-terusan kayak gini"

Mereka berempat lantas saling menguatkan satu sama lain. Saling menepuk bahu satu sama lain. Dan saling menyunggingkan senyum untuk satu sama lain. Hubungan mereka semakin kuat dan semakin erat. Jimin sangat bersyukur memiliki mereka.

Mereka sangat mengerti dirinya. Disaat keluarganya berusaha untuk menjatuhkan dirinya, mereka berdiri tegak dibelakang Jimin untuk memberikan penopang. Mereka hanya menerima, dan sama sekali tidak menghakiminya. Ini lah mengapa terkadang keluarga bukanlah jalan keluar, melainkan sebuah jalan buntu. Itu lah mengapa Jimin membutuhkan jalan yang lain. Yang mana Jungkook dan teman-teman nya lah jalan yang ia cari.

*******

"Jimin"

Jungkook menarik Jimin ke dalam pelukannya. Menghilangkan segala kekhawatiran yang sejak kemarin menghantuinya. Pasalnya Jimin sama sekali tidak mengabarinya. Membuat Jungkook sangat khawatir akan keadaannya.

"Kamu kemana aja? aku takut kamu kenapa-napa" ucap Jungkook. Matanya sedih memandang perban dikepala Jimin. Menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mengetahui apa-apa tentang kekasihnya.

VARSHA || KOOKMIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang