"Kenapa rumahnya dikunci?" Tanya Agatha berkacak pinggang. Yoongi baru saja keluar dari rumah sakit setelah menghabiskan waktu selama 3 hari untuk dirawat disana.Jimin tak menjawab. Ia hanya menaikkan kedua bahunya, lantas berlalu pergi meninggalkan ketiga orang yang menatapnya bingung.
"Jimin, kenapa nggak jawab mama?" Tanya Agatha lagi. Merasa tak terima karena anaknya sendiri tidak mau menjawab pertanyaannya.
Langkah Jimin berhenti. Namun sekali lagi ia hanya diam dan menatap lelah ke arah mereka bertiga. Cara ini lah yang ia putuskan. Ia memilih untuk diam dan menerima semuanya. Daripada ia harus membuang tenaga dengan menjawab semua hinaan mereka. Lebih baik ia menyimpan tenaganya untuk dirinya sendiri.
"Jimin! Jawab mama!"
Jimin menghela nafas lalu menjawab "Mau maling masuk?" ucapnya sambil beranjak pergi ke dalam kamar.
Agatha semakin melongo melihat anaknya yang berlalu pergi begitu saja dari hadapannya. Padahal dirinya belum selesai berbicara. "Anak kurang ngajar" ucapnya.
Sang suami lantas mengusap punggung Agatha untuk menenangkannya. "Udah sabar, Jimin lagi pusing sama tugas sekolahnya kali"
Agatha masih merasa tak terima. "Tetep aja pah, emangnya yang pusing cuma anak itu doang? Mama juga pusing pah"
Tak ingin berlama-lama mendengar ocehan sang mama, Yoongi pun lebih memilih untuk pergi ke dalam kamarnya. Jangan sampai kepalanya kembali pusing setelah mendengar omelannya.
"Kamu ini, jangan berantem sama Jimin terus nggak bisa ya? Kasian anak kita" ucap papa Jimin. Biar bagaimanapun Jimin juga merupakan salah satu dari kedua anaknya. Selama ini ia hanya diam saja melihat perlakuan sang istri kepada putra bungsunya. Tapi jauh didalam hatinya ia begitu menyayangi kedua putranya. Ia diam bukan karena tak sayang, hanya saja ia tak ingin memihak. Dirinya tak ingin membeda-bedakan mereka, meski ia memang memperlakukan keduanya sesuai dengan porsinya masing-masing. Ia menyayangi Jimin dan tentu Yoongi juga. Namun putra tertuanya memang membutuhkan perhatian lebih karena kondisinya. Tapi ia sama sekali tak pernah menyalahkan Jimin atas apa yang telah menimpa putra sulungnya.
"Mama nggak berantem, mama cuma nasihatin dia aja pah. Papa nih nggak ngerti ya"
"Mah... Jimin juga anak kita loh, jangan terus-terusan nyalahin dia, kasihan" ucap papa Jimin tegas. Ia mencoba mengingatkan istrinya jika bukan hanya Yoongi anak mereka, tetapi Jimin juga.
Agatha terdiam. Sebelumnya, sang suami belum pernah menegurnya akan segala perbuatannya. Ia pikir jika suaminya itu setuju dengan apa yang ia lakukan. Tak menyangka jika ternyata suaminya itu akan menentangnya. "Kenapa tiba-tiba papa belain anak itu?"
"MAH! Papa nggak belain, tapi semua ini juga bukan salah Jimin. Kamu ini sebagai orangtua gimana sih? Selama ini papa diam karena papa nggak mau mihak siapa yang benar dan siapa yang salah. Dua-duanya anak kita, dan segala sesuatu yang menimpa salah satu dari anak kita itu hanya sebatas musibah" pria itu mulai merasa geram dengan sang istri.
"Tapi emang semua ini salah Jimin pah. Kalau waktu itu dia nggak ajak Yoongi pasti musibah itu bisa dihindarkan" Agatha masih saja menyangkal semua yang suaminya katakan.
"Mah, kamu ngerti arti musibah nggak sih? Yang namanya musibah itu kita nggak tau kapan, dimana, dan bagaimana akan terjadi. Jimin pasti juga nggak pengen hal itu sampai terjadi sama kakaknya mah. Tapi dia bisa apa? Semua ini udah takdir"
"Halah terserah papa deh, mama capek debat sama papa"
*******
Keesokan harinya, helaan nafas panjang terdengar di seluruh ruangan. Jungkook terduduk di atas kursinya sambil memakai Hoodie. Padahal AC di kelas sudah ditaikkan hingga 22° Celcius. Namun hawa nya masih terasa dingin. Mungkin karena angin diluar sedang kencang-kencang nya hingga dapat mengayunkan sebuah pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
VARSHA || KOOKMIN [✓]
FanficSemua orang suka hujan. Namun tidak dengan Jimin. Laki-laki itu benci hujan, lebih lagi ia takut dengan hujan. Tak masalah jika pada saat hujan ia berada di dalam ruangan tertutup. Namun akan menjadi masalah jika ia melihat atau bahkan marasakan huj...