Tiga Puluh

320 28 9
                                    

Mata Jimin mengerjap, menetralisir cahaya putih yang masuk ke dalam retinanya. Tangannya menggenggam kepalanya yang terasa pening. Dirasakan sebuah benda mirip kain melingkar di kepalanya. Perlahan, ia mencoba untuk duduk dengan bantuan siku tangannya sebagai penopang.

Erangan lirih terdengar dari mulutnya ketika kepalanya berdenyut perih. Setelah berhasil duduk, Ia kemudian mulai melihat ke sekeliling. Menatap lamat-lamat ke setiap jengkal sudut ruangan ini.

Seluruh cat di ruangan ini berwarna putih. Baunya tercium seperti kumpulan obat dan alkohol. Ada 3 ranjang kosong selain ranjang keras dan sempit yang ia tempati. Lalu Ia tersadar jika saat ini seperti nya ia sedang berada di rumah sakit.

Namun, dimana orangtuanya? Kenapa ia hanya sendirian di ruangan ini?

Ia pun memutuskan untuk menekan tombol yang ada di samping ranjangnya. Memanggil perawat untuk datang ke ruangannya. Setidaknya Jimin butuh penjelasan.

"Syukurlah anda sudah siuman" Ucap perawat pria tersebut.

"Iya kak, maaf saya mau tanya, kenapa saya bisa ada disini ya?" Tanya jimin.

"Semalam, anda pingsan dengan luka gores di kepala. Orangtua anda yang membawa anda kemari"

Lantas sekarang orangtuanya dimana?

"Terus, sekarang mereka dimana kak?"

Perawat itu menggeleng. "Saya juga kurang tau, setelah mengantar anda ke ruangan ini mereka tak terlihat lagi. Namun semalam ada pria lain juga yang pingsan. Mungkin mereka ada di ruangan yang lain"

Jimin terdiam, sepertinya sang kakak juga pingsan setelah tenaganya terkuras. Dulu, pria itu juga pernah seperti ini. Ketika amarahnya telah meledak, maka setelah itu ia akan pingsan tak sadarkan diri.

"Oh begitu, baiklah kak makasih banyak ya" ucap Jimin.

Perawat itu tersenyum. Namun terlihat sekali jika dibalik senyum nya itu terdapat rasa miris ketika melihat situasi Jimin. "Iya sama-sama. Kalau gitu saya pergi ya"

"Iya kak"

*******

Kaki Jimin melangkah ke sebuah kamar inap bernomor 247. Ia mengintip dari pintu terlebih dahulu untuk memastikan apakah benar yang ada didalam sana adalah Yoongi, kakaknya. Setelah memastikan jika perkiraannya benar, ia lantas masuk ke dalam ruangan.

"Ma.." panggil Jimin. Dilihatnya kedua orangtua nya tengah terduduk di samping brankar Yoongi.

Mendapati kehadiran Jimin, sang mama bangkit dan menghampiri Jimin dengan tergesa. Ia menarik pergelangan tangan Jimin dengan kasar dan membawa anaknya itu untuk kembali keluar dari ruangan. Takut jikalau kehadiran Jimin malah akan membangunkan putranya yang sedang tertidur.

"Kamu ngapain disini?" Tanya Agatha geram setelah sepenuhnya berada di luar kamar inap Yoongi.

"Aku nggak tau harus kemana lagi. Dari tadi aku cariin mama sama papa tapi nggak ketemu, jadi aku tanya sama resepsionis dimana kamar kakak, katanya ada disini, jadi aku kesini"

Segera, Agatha lantas mengeluarkan uang seratus ribu rupiah dari saku celananya. Kemudian memberikan uang tersebut kepada jimin. "Kamu pulang" Ucapnya.

Jimin terkejut. Masa iya dia harus pulang dalam keadaan begini, dan sendirian lagi. Terlebih rasa pusing dikepalanya masih belum hilang benar. Ia takut jika terjadi apa-apa di tengah jalan. Apakah Mama nya tak khawatir jika Jimin sampai kenapa-kenapa?

"Ma, di rumah nggak ada siapa-siapa dan kepala aku juga masih pusing. Kalau ada apa-apa di jalan gimana? Aku juga nggak bawa hp ma. Aku disini aja ya? Sama mama papa temenin kak Yoongi"

VARSHA || KOOKMIN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang