Bab 15 : Kontrak Belum Berakhir

44 6 0
                                    

Langit menatap sebuah kotak makanan di atas meja dengan sebuah pesan yang tertulis di atasnya, "Dari Kak Malia!"

Dibukanya kotak makanan itu yang ternyata berisi dua buah roti sandwich berukuran besar. Langit tersenyum. Ia ingat perjanjiannya dengan Malia, ia tidak boleh lagi menolak pemberian apa pun darinya. Diliriknya jam di dinding. Mentari sudah berangkat sekolah sejak tadi. Disisihkannya satu buah sandwich untuk adik tercintanya itu.

Sambil mengunyah rotinya, Langit termenung. Hubungannya dengan Malia saat ini sudah baik-baik saja. Karena mereka sudah sama-sama berjanji untuk saling menjaga sikap dan saling menghargai satu sama lain. Malia bahkan sudah menuruti permintaannya untuk tidak mengganggu pekerjaannya di cafe. Tapi ia masih tak bisa memenuhi satu-satunya permintaan Malia untuk menjauhi Devia dan menolak semua pemberiannya. Bagaimana mungkin ia bisa menjauhinya jika saat ini saja Devia malah semakin sering datang ke rumah untuk mengantar makanan atau sekedar menemani Mentari.

Ah, kasihan dia. Sebenarnya ia tak tega melakukannya. Tapi ini adalah bagian dari pekerjaan yang harus ia jalani. Malia memang merepotkan sekali. Sebelum dia datang hidupnya tak serumit ini, gerutunya seraya buru-buru menghabiskan makanannya. Ia takut Devia muncul tiba-tiba membawakannya sarapan yang tidak akan bisa ditolaknya.

Langit tiba di cafe lebih awal. Dilihatnya Pak Riswan setengah berlari menyusulnya masuk ke dalam elevator.
"Tumben lebih pagi, Mas?" Sapanya.

"Iya, nih. Kebetulan lagi rajin. Udah selesai tugas, Pak?"

Pak Riswan mengangguk. "Biasa tinggal menunggu pergantian jaga," jawab Pak Riswan sambil menyunggingkan senyumnya yang khas. Langit tak pernah melihat wajah Pak Riswan tanpa senyum. Sepertinya hidupnya tak pernah ada masalah.

"Mas Langit sekarang terima pesanan delivery ya, Mas?" Tanya Pak Riswan sesaat mereka tiba di cafe.

Langit mengangguk. "Cuma di dalam gedung ini aja, Pak. Itu juga kalau kebetulan cafe lagi gak ramai," sahutnya.

"Mas Langit banyak penggemarnya di sini," ujar Pak Riswan sambil menurunkan kursi-kursi dari atas meja.

"Ah, cuma pelanggan biasa, Pak," sahut Langit pura-pura.

"Loh, cewek-cewek itu datang ke cafe ini kan, cuma mau ketemu Mas Langit aja, toh, sebenernya?"

Langit hanya menjawab pertanyaan Pak Riswan dengan senyuman. Ia mulai sibuk menyiapkan meja konter dan menyalakan mesin kopi.

"Cafe ini kan, kebanyakan yang beli cewek-cewek muda. Ya, kalau kayak saya yang nungguin cafe gak laku Mas. Kurang ganteng!" Seloroh Pak Riswan sambil terkekeh.

Langit ikut tertawa. "Pak Riswan bisa aja. Cowok-cowok disini banyak yang lebih ganteng, Pak. Lebih rapi dan kelimis, dibandingin saya yang berantakan gini," sahut Langit seraya menuangkan kopi hitam ke dalam cangkirnya dan menuangkannya ke dalam gelas karton untuk Pak Riswan.

"Cewek-cewek sekarang tuh, memang aneh ya, Mas. Sukanya cowok-cowok kayak Mas Langit gini. Ganteng tapi berantakan. Mbak Malia aja sampai jatuh cinta sama Mas Langit."

Langit hampir saja menumpahkan kopi yang tengah diminumnya, membuat Pak Riswan sontak tergelak.

"Gak usah malu, Mas. Semua orang di gedung ini sudah tahu semua. Lha, wong Mbak Malia itu keliatan sekali sukanya sama Mas Langit," sahut Pak Riswan lagi sambil menyeruput kopinya.

Langit tak menjawab. Kini ia sibuk menyiapkan pesanan delivery kopi yang sudah masuk ke ponsel sejak semalam.

"Katanya sering datang ke rumah ya, Mas?" Tanya Pak Riswan lagi yang membuat Langit bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana Pak Riswan bisa tahu?

Di Balik Rahasia LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang