Bab 47 : Resah

33 7 0
                                    


Langit tersenyum lebar ketika dilihatnya Sandra membawakannya sebuah kue coklat mungil dengan sebuah lilin kecil menyala di atasnya.

"Happy Birthday, Nagara Langit!" Ucap Sandra sambil mengecup pipinya.

Langit meniup lilin itu dengan sekali tiupan. "Makasih, ya!" Ucapnya seraya bangkit dari tempat tidur.

"Kamu gak libur hari ini?"

Langit menggeleng. "Kamu kan, sudah tahu hari liburku," ujarnya seraya masuk ke dalam kamar mandi. Lalu keluar dengan wajah yang basah. "Kenapa?" Tanyanya sambil mengeringkan wajah dengan handuk.

"Merayakan ulang tahunmu."

"Aku bukan anak kecil. Nanti sore aku harus kembali ke rumah. Mentari membuatkan aku makan malam spesial katanya."

Sandra memandang Langit dengan raut wajah cemburu yang tak bisa ditutupinya.

Langit tersenyum melihatnya.
"Aku kan, lebih sering makan malam sama kamu daripada sama dia."

Tapi Sandra masih cemberut. Diulurkannya sebuah kotak berpita biru kepada Langit.

"Buatku?" Tanya Langit dengan wajah berseri.

"Kamu suka?" Tanya Sandra melihat Langit tertegun sesaat ia membuka kotak itu.

"Ini... kamu belikan ini untukku?" Tanya Langit tak percaya.

Sandra mengangguk. "Untuk mengganti jam tangan lamamu. Aku membelikanmu dua tahun lalu. Dan kamu masih terus memakainya. Aku ingin jam baru ini akan bertahan lebih lama. Kamu harus memakainya setiap hari. Supaya ingat aku terus."

"Terima kasih, ya?" Langit mengecup kening Sandra. "Tapi ini mahal sekali, San?"

Sandra menghela nafasnya. "Kamu selalu begitu dari dulu. Bukankah kamu juga menerima semua pemberian Malia?"

"San..."! Langit menggenggam tangan Sandra. "Aku hanya gak mau kamu membuang - buang uang hanya untuk menyenangkanku. Kebutuhan kamu sudah sangat banyak. Kamu harus membayar cicilan apartemen ini, kan? Dan juga mobil kamu. Belum lagi kebutuhan yang lain. Kamu meraih semua ini dalam waktu yang sangat singkat. Kamu sudah terlalu banyak bekerja."

Sandra tersenyum bangga. "Kalau sudah menikah nanti, aku mau kita tinggal di sini."

Langit menatap Sandra sesaat. Lalu dituangnya air putih ke dalam gelas, dan diteguknya sampai habis. Tiba - tiba saja ia merasa gusar. Kenapa Sandra harus membicarakan pernikahan di saat yang tak tepat ini? Batinnya.

Kini pikirannya menerawang. Sedang apa Malia saat ini? Ia pasti ingat hari ini adalah ulang tahunnya. Dibukanya ponsel, melihat pesan yang masuk. Hanya ada ucapan dari Mas Bima dan Mentari. Apa mungkin Malia sudah melupakannya?

...

Sedari tadi Bima mengamati Langit seraya mengernyitkan keningnya.
"Lu nungguin siapa, sih? Dari tadi ngeliatin pintu terus?"

"Ah, gak, Mas," sahut Langit sambil membereskan meja konternya.

"Lu nungguin Malia?"

"Ah, gak!" Elak Langit.

"Kalau lu nungguin Malia. Percuma. Dia udah gak kerja. Mau pindah."

"Ke mana?" Langit tak bisa menutupi rasa terkejutnya.

Bima mengangkat bahunya. Diliriknya Langit yang tiba - tiba saja gelisah. Ia lalu tersenyum dan masuk ke dalam ruang kecilnya.

Di Balik Rahasia LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang