Bab 39 : Sandra

40 5 0
                                    

"Tangan lu, kenapa?" Bima mengamati tangan kanan Langit yang dibalut perban.

"Gak pa-pa cuma lecet dikit."

"Lu abis berantem lagi?" Bima menatap dengan curiga.

Langit terdiam. Disesapnya kopi hitamnya perlahan. Ia enggan menjawab. 

Bima menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lu kapan bisa berubah kalau masih gak bisa nahan emosi?"

"Dia menghina Malia, Mas."

Kini Bima tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Lu ngajak Malia ke mana?" Tanyanya.

"Tempat tongkrongan gue dulu."

Bima menatap Langit tak percaya. "Astaga! Laaang! Lu coba deh, sekali-sekali kalau mau berbuat sesuatu, tuh, pikir panjang dulu!" Omelnya.

Langit kembali terdiam, tak berani menjawab.

"Lu lagian ngapain ngajak Malia ke situ?"

"Kemarin gue ngajak dia jalan-jalan seharian. Terus pulangnya mampir ke situ."

Bima kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lu sekarang harus ninggalin masa lalu. Lu mesti jalan terus ke depan. Jangan tengok-tengok ke belakang lagi. Pakai ngajak Malia lagi!"

"Baru kali ini lagi, Mas..."

"Belum lama lu nonjok orang di jalanan sampai mental, lu bilangnya baru kali itu."

"Kalau itu masalahnya lain. Dia nyerempet motor gue, terus dianya yang ngajak ribut duluan!"

"Terus, waktu lu mau lempar pengunjung cafe dari atas sini?"

"Lah, itu kan, karena dianya bikin onar di sini? Gangguin pelanggan lain."

Bima menghela nafasnya. Ia tak bisa berkata-kata lagi. "Terus Malianya gimana? Syok?" Tanyanya.

Langit mengangguk. "Dia nangis!"

"Untung gak sampai mati tuh orang. Bisa habis hidup lu. Mendingan tuh tato lu hapus, deh. Lu bawaannya jadi panas terus!"

Langit tertawa mendengar omelan Bima.

"Lang... Lang... lu bawa Malia ke tempat kayak gitu. Untung Pak Subagja gak tahu. Bisa-bisa kita diusir dari sini," gumam Bima sambil kembali menggeleng-gelengkan kepala.

Dan Langit pun hanya bisa tersenyum. Mas Bima memang selebay itu. Dia selalu saja mengaitkan sesuatu dengan bisnisnya. "Lu belum cari barista baru, Mas?" Tanyanya,  mengalihkan pembicaraan.

"Ada beberapa kandidat. Nanti sore gue mau test dan interview. Lu ke sini aja sebentar untuk test mereka."

Langit mengangguk. "Cowok?"

Bima tertawa. "Itu syarat utama dari Malia."

Langit menggeleng-gelengkan kepalanya. Bagaimana kabar dia sekarang? Tumben tak ada kabar pagi ini? Apa dia masih ketakutan dengan peristiwa semalam itu. Tiba-tiba saja saja hatinya tak tenang. "Gue ke kantor dulu, Mas!" Pamitnya kemudian, lalu berjalan pergi menuju kantor Malia.

Namun saat tiba di depan ruang kerja Malia, Langit terkejut mendapati ruangan itu masih terkunci. 

"Mbak Malia hari ini gak masuk, Mas. Kata Pak Bagja beliau sakit."

Seorang wanita tiba-tiba datang menghampiri Langit.

"Sakit apa?" Langit memandang wanita itu dengan cemas.

"Pak Bagja tidak bilang sakitnya apa, Mas. Cuma bilang sakit saja." 

Langit mendadak gusar. Ia pun lalu kembali berjalan keluar. Ia akan menjenguknya di rumah.

Di Balik Rahasia LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang