Bab 40 : Bukan CLBK

42 5 0
                                    

Bima menatap Langit dengan kedua mata melebar. "Jadi lu belum cerita ke Malia?" Tanyanya.

Langit menggeleng. "Dia kan, baru masuk kerja lagi kemarin. Dan seharian dia sibuk banget. Terus hari ini dia menemani Pak Bagja meninjau proyek sampai sore."

"Terus kapan lu mau ngomonya?"

Langit memandang Bima dengan ragu. "Semakin lama gue pikirin, gue semakin takut ngomong. Gue males ribut lagi."

Bima menarik nafasnya. "Kalau masalah keponakannya udah jelas. Gue gak akan ambil dia jadi barista. Dan kalau lu enggak mau bilang ke Malia, gue juga enggak bisa maksa. Tapi lu mesti inget, gak ada yang bisa mencegah Sandra balik lagi ke sini. Dan gue yakin dia pasti balik lagi buat nemuin lu. Dan kalau sampai Malia tahu itu, dia bakalan lebih ngamuk, Lang!"

Kini Langit semakin kebingungan. Dihembuskan nafasnya dengan berat.

"Jangan kelamaan mikir. Lu cerita aja apa adanya. Lu juga harus siap terima konsekuensinya. Dia mesti dikasih tahu secepatnya, Lang. Jangan sampai dia tahunya dari orang lain duluan. Lu tahu sendiri di sini banyak mata-mata dia."

"Tapi... harusnya sih, enggak ada alasan dia buat marah. Dia kan, tahu gue udah gak punya perasaan apa-apa lagi sama Sandra."

Bima tertawa. "Lu gak pernah punya hubungan apa-apa sama Eva dan Devina aja dia ngamuk. Apalagi sama mantan lu."

Langit kembali menghembuskan nafasnya. "Lagian, kenapa juga Sandra harus nganterin keponakannya?" Gumamnya.

Bima kembali tertawa. "Lu percaya alasan dia?"

Langit mengernyitkan kening memandang Bima.

"Lu naif banget. Buat apa dia ngasih tahu lu kalau nomornya masih sama?"

"Tapi dia kan, udah tahu hubungan gue sama Malia?"

"Tapi status lu belum married. Dan dia juga tahu lu cinta banget sama dia."

Langit menggeleng. "Itu kan, dulu. Sekarang gue udah enggak punya perasaan apa-apa lagi sama dia. Lagian dia juga sukanya sama cowok kaya," sahut Langit dengan sinis.

Bima tertawa seraya menepuk-nepuk bahu Langit. "Lang, ini yang bikin lu sering ribut sama Malia. Karena lu kurang sensitif. Lu gak ngerti jalan pikiran mereka itu kayak gimana."

Langit kini terdiam. Ia tak mengerti apa yang diinginkan Sandra darinya lagi. Diingatnya kembali saat dia memutuskan hubungan mereka. Dia bilang ingin pergi jauh agar bisa merubah hidupnya lebih baik, karena ia tak bisa membuatnya bahagia. Ia tak punya apa-apa selain kesedihan. Tapi ternyata, ia tak ke mana-mana. Ia masih ada di sini. Di dekatnya.

Langit kembali memandangi gedung berwarna biru itu. Apakah saat ini dia tengah memandanginya juga di sana?"

...

Langit sebenarnya ingin sekali berbicara dengan Malia di kantor. Tapi dia malah memintanya untuk bertemu di cafe. Padahal di sore seperti saat ini cafe justru sedang ramai-ramainya oleh pengunjung.

"Kamu mau ngomongin apa, sih? Penting banget, ya?" Malia meletakkan tas kerjanya di atas meja lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa dengan wajah yang tampak lelah.

Langit memandang Malia dengan ragu.  "Kamu capek?" Tanyanya. Ia tak ingin membicarakannya di saat kondisinya tengah lelah.

Malia menggeleng. "Udah ketemu kamu, capeknya hilang," sahutnya manja.

Di Balik Rahasia LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang