Bima baru saja sampai di cafe ketika dilihatnya Langit tengah sibuk menyiapkan sepuluh gelas karton kopi panas yang siap diantar. "Pesanan online?" Tanyanya seraya memandang sekeliling ruangan cafe yang masih kosong.
Langit menggeleng. "Lu kan, nyuruh gue naikin omzet? Ini gue mau kirimin ke kantor-kantor!" Sahutnya.
Bima mengangkat alisnya. "Tapi kan, kita gak ada delivery sendiri, Lang? Terus bayarnya nanti gimana?"
"Lu cek tuh, saldo e-wallet. Udah bayar semua. Tinggal antar. Ok?" Dengan cepat Langit pun menghilang dari hadapan Bima yang tersenyum gembira.
Langit kembali dengan wajah sumringah. Ditunjukannya sebuah bungkusan plastik di tangannya. "Rejeki anak soleh! Ada yang ngasih sarapan," ujarnya. Dibukanya bungkusan itu di hadapan Bima. "Pisang goreng krispi!" Serunya senang.
"Berapa orang yang udah lu rayu?" Tanya Bima. Ia tak menyangka marketing Langit akan secepat itu terlihat hasilnya.
Langit melebarkan jemari tangannya sambil menghitung. "Lumayan!" Semaleman gue ngerayu cewek-cewek itu," sahutnya dengan wajah bersungut.
Bima menepuk-nepuk bahu Langit sambil tertawa. Ia mengerti perjuangan Langit yang mungkin buat orang lain itu hal yang mudah, tapi tidak buatnya.
"Lu gak tawarin roti sekalian?" Bima mengeluarkan tumpukan roti dari dalam boks dan menatanya di dalam etalase.
"Yah, telat Mas! Besok-besok deh, gue tawarin," sahut Langit. Lalu beranjak dari duduknya dan membantu Bima.
"Selamat pagi semua!" Sebuah suara mengejutkan mereka berdua. Malia sudah berdiri di depan konter sambil tersenyum manis.
"Hai!" sapa Langit ramah sambil menyunggingkan senyum lebar. "Mau kopi?" Tanyanya.
Malia mengangguk. "Coffee latte," sahut nya, lalu berjalan ke arah meja di sudut ruangan. Meja pavoritnya.
Bima memandang Langit dengan bingung. Ditunggunya sampai Langit selesai membuat kopi dan mengantarnya ke meja Malia.
"Ok. Sekarang lu cerita ke gue!" Bima menarik Langit ke sudut konter.
Langit tersenyum. "Yaah, orang kan, bisa berubah Mas," sahutnya santai.
"Ya, gak secepat itu juga. Udah lu jangan ngelak. Ini ada hubungannya sama kedatangan Pak Subagja kemarin, kan?" Kejar Bima.
Langit mengangguk.
"Lu ditawarin apaan?" Tanya Bima lagi.
"Nanti aja lah, Mas ceritanya. Complicated," jawab Langit dengan enggan sambil kembali menyusun roti ke dalam etalase.
Bima menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Ia lalu meninggalkan Langit dan masuk ke sebuah ruangan kecil yang terletak di belakang konter. Tempatnya berkutat di depan laptop jika tak sedang melayani pelanggan.
Sambil menikmati kopinya Malia tak henti mengawasi Langit yang tengah sibuk melayani pelanggan cafe. Sesekali ia melempar senyum saat Langit menoleh padanya. Terkadang wajahnya terlihat tak suka saat ada pelanggan wanita yang datang menggoda Langit.
Dari balik meja konter Langit melirik Malia dengan sudut matanya. Ia tahu Malia tak berhenti mengawasi. Meski ia sebenarnya sangat risih, tapi ia berusaha untuk mulai terbiasa. Bukankah sejak awal ia sudah sadar kalau pekerjaan ini akan sangat sulit. Langit menghembuskan nafasnya. Demi Mentari ia akan melakukan apa pun.
Malia melirik jam tangannya saat Langit berjalan menghampirinya. "Istirahat?" Tanyanya.
Langit mengangguk lalu melepas apronnya. Namun saat ia akan menarik kursi, Malia malah beranjak dari duduknya lalu menarik tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Rahasia Langit
RomansaKetika Sang Ayah meninggal dunia karena menjadi korban tabrak lari, dan disusul dengan kematian Sang Ibu, hidup Langit serasa jungkir balik. Ia harus putus kuliah dan bekerja sebagai seorang barista di Cafe Dewa demi menghidupi adik semata wayangnya...