Bab 21 : Tak Ada Yang Gratis

47 7 0
                                    

Mentari memandangi mobil yang terparkir di depan rumah dengan kening berkerut. "Kenapa Kak Malia pinjamin mobilnya ke Mas?" Tanyanya.

Langit mengedikkan bahunya. Pura-pura tak mengerti. Ia terpaksa harus berbohong padanya karena tak mungkin untuk menceritakan hal yang sebenarnya. Ia takut Mentari akan salah sangka lagi seperti dulu. Biarlah nanti saatnya tiba ia akan menceritakan yang sebenarnya.

"Mas yakin mau titip di rumah Kak Vina?" Tanya Mentari lagi.

"Di mana lagi? Cuma rumah dia yang halamannya luas terus paling dekat sama rumah kita."

"Kalau Kak Malia tahu?"

"Ya, jangan sampai tahu. Mas kan, titipnya kalau malam aja. Kalau nanti dia ke sini Mas taruh lagi di depan rumah."

Mentari menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Diamatinya kembali mobil berwarna Army dengan lambang 'mini' itu. "Mobil mewah begini perawatannya juga pasti mahal ya, Mas?" Tanyanya.

Langit mengangguk. "Bahan bakarnya juga mahal," sahutnya.

"Terus kenapa Mas mau dipinjamin?"

"Kamu kan, tahu Malia kayak gimana orangnya?" Sahut Langit lagi.

Mentari menghela nafasnya. "Orang kaya itu memang suka aneh," gumamnya seraya berjalan masuk ke dalam rumah. "Berarti mulai besok Mas Lang berangkat kerja pakai mobil itu?" Tanyanya.

Langit mengangguk. "Besok bangunin Mas lebih pagi, ya?"

"Berarti kita bisa bareng dong, berangkatnya? Mas bisa anterin aku dulu ke sekolah!" Seru Mentari kegirangan.

Langit kembali mengangguk, lalu ikut tersenyum melihat kegembiraan Sang Adik. Ya, paling tidak mobil itu bisa membuat Mentari bahagia.

...

Pak Riswan tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya melihat Langit keluar dari dalam mobil. "Pagi, Mas Langit!" Sapanya.

"Pagi, Pak!" Sahut Langit seraya berjalan dengan cepat keluar dari area parkir. Ia tidak ingin orang-orang ikut melihatnya juga. Meski ia juga tahu lambat laun mereka akan mengetahuinya.

"Baru, nih Mas?" Tanya Pak Riswan sambil melirik ke arah mobil. Langit tersenyum. Ia mengerti rasa penasaran Pak Riswan, karena dia tahu pasti pemilik mobil yang sebenarnya.

"Motor saya rusak, Pak. Jadi dipinjamin sama Malia," sahut Langit.

"Ooh! Baik sekali Mbak Malia..." suara Pak Riswan terdengar masih penasaran. Diikutinya langkah Langit yang masuk ke dalam elevator.

"Pak Riswan baru selesai tugas malam?" Langit mencoba mengalihkan pembicaraan. Dan saat Pak Riswan mengangguk ia pun tersenyum gembira.

Sambil membantu Langit menurunkan kursi-kursi dari atas meja, Pak Riswan kembali memancing Langit dengan pertanyaan.

"Mas, orang-orang di gedung ini banyak yang penasaran loh, sama ceritanya Mas Langit dan Mbak Malia..." 

Langit menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dasar tukang gosip! Gerutunya. "Cuma teman... Pak," sahutnya.

"Ah, masaak... Teman tapi kok, mesra..." Seloroh Pak Riswan dengan nada menyindir.

Langit akhirnya tertawa. Tapi ia tetap tak mau terpancing. "Daripada gosipin saya, mendingan ngopi!" Sahutnya sambil mengulurkan segelas kopi yang baru dibuatnya kepada pria itu. Dan ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menghiraukan lagi ocehan Pak Riswan. Hingga akhirnya pria itu pun pamit pergi setelah menghabiskan kopinya.

Di Balik Rahasia LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang