"Lo dimana, Ragacok?!"
"Dibasecamp, kenapa?"
"Gue dari tadi bolak - balik basecamp gak ada siapa - siapa anying!"
"Gue tidur, ngantuk!"
Panggilan diputuskan sepihak. Langit Egler Dirgantara, siswa kelas 3 SMA itu mengumpat kesal. Ia berjalan menuju tempat parkir, tujuannya saat ini adalah basecamp. Untung saja jarak dari tempat ia sekarang dengan basecamp dekat.
BRAK!
"Bisa pelan gak?! Ini gue lagi makan Indomie, kalo kesedek gimana?!"
Gibran Levi Mahendra– cowok ganteng dengan wajah imut. Tapi kata Langit Gibran hobinya marah - marah, dan gak ada yang berani sama dia.
Langit cengengesan, ia mendudukkan dirinya disamping Gibran yang kembali melanjutkan memakan Indomie.
"Lo dari tadi disini?" tanya Langit.
Gibran menggelang, "Gue baru Dateng, habis dari Indojuni,"
"Ragacok mana? Katanya di basecamp?" Langit celingukan mencari keberadaan Raga.
"Baru aja keluar, nganter ceweknya," saut seorang cowok dari pintu masuk.
Melvin Cana Leonardo, cowok blasteran Kanada. Dia itu receh banget, apapun yang menurut dia lucu pasti ketawa sampe guling - gulingan.
Melvin menegak es teh milik Gibran yang ada di atas meja. Anehnya Gibran gak akan marah kalau sama Melvin. Tapi kalo sama yang lain terutama Langit dia emosian terus.
"Cewek yang mana lagi? Bukannya baru putus?" Melvin mengangkat bahunya, tanda tak tahu.
"Kaya gak tau Raga aja. Dia gatel kalo gak ganti pacar,"
"GUYSSSS liat gue bawa apaa?!!!" Ketiganya menoleh, melihat cowok berkulit putih seputih susu berdiri dengan tangan menenteng plastik kresek.
"Bawa apa lagi El? Gak liat makanan didalem banyak bangett?"
Guel Haidar Ginandra, diantara teman - temannya Guel memiliki kulit paling putih. Bahkan banyak teman - teman perempuan dikelasnya merasa minder kalau berdekatan dengan Guel, karena memang seputih itu.
"Gak cukup Vin, lo kaya gak tau aja perut anak - anak isinya gembel semua," ucapnya santai.
"Ini kok sepi banget, pada kemana sih?" tanyanya.
"Gak tau, emang gue emaknya,"
"Lo tumben banget gak sama Ghava? Bisanya nempel terus kaya pranko," tanya Gibran.
"Ghava nganter Mama-nya dulu. Jadi gue duluan deh,"
Saat mereka berempat sedang asik ngobrol, tiba - tiba Gibran bangkit dan berteriak, "Anak ayam gue lo apain bangsat, sampe merintih begitu?!"
Gibran menghampiri anak ayamnya, disana juga ada sang pelaku yang membuat Gibran marah. "Je, lo mah kebiasaan nguyel - nguyel anak ayam gue, kalo mati gimana?"
"Abisnya lucu," ucapnya sambil terus mengunyel - unyel anak ayam kewajahnya.
Galeno Jean Kavindra, cowok ganteng idaman semua orang. Apalagi Jean itu sangat lembut, dan menyukai hal lucu. Jean juga suka warna pink, tapi dia gak suka Strawberry.
"Lo dari mana?"
"Abis ngumpulin tugas lah, gini - gini gue paling rajin gak kaya Lo pada," jawabnya. Ia masuk, dan duduk disamping Guel.
"Wih banyak amat makanan," Jean berbinar saat melihat banyak makanan diatas meja.
"Tunggu - tunggu gue udah beliin buat Lo," gue mengeluarkan sekantong Snack. Bungkusnya ada gambar strawberry.
"Lo mau gue pukul? Gue gak doyan ah!"
"Lo cobain dulu, ini enak," ucap Guel.
"Gak mau," jika sudah begini Guel juga gak berani memaksa Jean lagi.
"Anjing, masih untung gue mau anterin!" umpat seseorang yang baru saja datang.
"Ngapa bonyok gitu?"
"Digaplok,"
"Kenapa lagi?"
"Gue putusin, gak terima eh gue digaplok," adu cowok itu.
Januar Raga Alvarendra, Cowok keren dengan mata sipitnya. Tubuhnya paling berotot diantara teman - temannya. Raga itu manis, apa lagi kalau senyum matanya ilang.
"Lo baru jadian kemaren kan? Pantes aja digaplok,"
"Jangan main-in cewek, Ga," ujar Jean yang sibuk mencari makanan.
Rafa hanya mengangkat bahu acuh, dia tidak peduli. Raga sudah tak percaya wanita. Dulu ia sangat mencintai seseorang tapi wanita itu malah pergi begitu saja.
"Gue tau lo sakit hati, tapi jangan dilampiaskan ke cewek lain," timbrung Langit.
"Gak pengen nyoba lagi?" tanya Melvin.
"Gak ah, gak minat!" jawab Raga acuh.
Gibran tidak peduli, toh Raga itu kalau dikasih tau ngeyel. Buang - buang tenaga aja.
"Gue cabut lah," Langit berdiri, memasukan ponsel kedalam saku celananya.
"Mau kemana sih? Baru juga sampe,"
"Nyokap nyuruh balik," jawabnya. Kemudian keluar.
"Oi! Ngapain lo?!" seru Langit. Saat akan menaiki motor ia baru melihat laki - laki yang sedang berbicara pada sebuah pohon.
Achazia Ghava Davindra, sipaling bontot. Tapi Ghava itu hampir sebelas dua belas seperti Raga, otot semua isinya. Anehnya Ghava suka banget ngobrol sama pohon, dinding, atau apapun itu.
"Ngagetin aja," katanya sambil mengelus dada. "Mau kemana a'?" tanya Ghava. Karena usia Ghava yang termuda, terpaut 1 tahun dari temannya yang lain. Katanya sih orang tuanya dulu kecepatan masukin dia kesekolah. Jadi Ghava memanggil yang lain dengan embel - embel Abang, Aa, dan Mas. Tapi kalau ke Guel enggak ya!
"Balik, nyokap nyuruh. Masuk sana jangan kebanyakan ngomong sama pohon!" suruh Langit.
"Gue duluan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dirgantara [ONGOING]
FanfictionLangit Egler Dirgantara. Kerap disapa Langit ini, harus menikah diusia 18 Tahun. Menikahi seorang gadis yang sama sekali tak ia kenal. Ingat ini bukan karena cinta atau accident, tapi karena Perjodohan. Perjodohan konyol yang kedua orang tuanya buat...