04

675 40 1
                                    

Sesuai perkataan Mama Aira semalam, pagi ini semua-nya sudah berkumpul di resto hotel untuk breakfast. Orang tua Aira, Orang tua Langit, Daven, dan teman - teman Langit sudah berkumpul. Tinggal menunggu sepasang pengantin yang belum menampakan batang hidungnya.

"Kaya-nya si Langit nge-gol deh," bisik Raga pada Gibran.

Gibran mengangguk, "Bisa jadi, masa jam segini belum turun,"

"Terima kasih ya anak - anak sudah membantu acara kemarin," Bunda Langit mentap teman - teman anak-nya.

"Iya Tante, kita seneng kok. Apalagi si Langit duluan yang nikah, kirain yang bakal nikah duluan Raga," Raga menatap Gibran tajam.

"Sebentar lagi kalian ujian kelulusan-kan?"

"Iya Tante," jawab mereka kompak.

"Belajar yang benar ya, nanti kalau nilai kalian bagus Tante janji traktir kalian deh,"

"Yang bener Tante?!" Mama Aira mengangguk.

"Ini yang paling kecil Ghava, ya?" tanya Papa Aira, Ghava yang berada disebelah-nya mengangguk kikuk.

"I-iya om,"

"Ghava rencana kalau udah lulus mau jadi apa?"

"B-belum kefikiran om," Papa Aira tertawa, Ghava sepertinya gugup.

"Guel, rencana kamu apa?" kini Ayah Langit yang bertanya.

"Guel mau nerusin perusahaan papa om. Soalnya abang gak mau, terpaksa Guel deh," jawabnya lesu.

"Kalau lo gamau biar gue aja El, dengan senang hati gue menerima," ucap Raga bercanda.

"Kalau Raga, mau jadi apa?" Raga berfikir sejenak.

"Kaya-nya Raga pengen jadi polisi deh om,"

"Loh kok kaya-nya?"

"Soalnya Raga itu masih pilih cita - cita om, kemarin cita - citanya pengen jadi instruktur Yoga," selak Gibran. Semua yang berada dimeja makan tertawa.

"Pagi, semua," mereka menoleh kala suara Langit terdengar.

"Aduh - aduh ada yang habis keramas nih,"

"Iya gue habis keramas, kenapa?"

Gibran berbisik, "Lo beneran belah duren ngit?"

Langit mendengkus,"kepo,"

"Langit tuh pagi - pagi segala numpahin jus jeruk terus kena rambut aku,"

"Yahhhh,," Gibran, Raga, dan Jean mendesah kecewa.

"Loh kenapa?"

"Gagal deh dapet ponakan," tutur Jean pelan.

Mereka makan dengan tenang. Tak ada yang berbicara.

"Sayang, nanti kamu sama Langit langsung ke Apartment ya," Bunda Langit mengusap punggung Aira pelan.

"I-iya Bunda,"

"Inget ya Langit, Anak bunda jangan dijailin terus," Bunda beralih menatap Langit.

"Gak janji, Bun,"

"Melvin, Jean, kalian bisa kan anterin Guel sama Ghava dulu?" Mereka mengangguk. "Bisa om, tenang aja,"

"Yang mau ikut di mobil gue siapa? Gue cuma berdua,"

"Gak deh makasih, gue naik motor aja dibonceng raga," Gibran menggelang ribut. Kalau Gibran ikut dimobil Langit, bisa - bisa jadi nyamuk.

Langit menatap tajam laki - laki yang secara terang - terangan menatap paha mulus milik Aira, "Kata gue juga jangan pake baju ini, jelek,"

Langit Dirgantara [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang