Hai Fren! Apa kabar? Sebelum mulai baca Chapter 8 jangan lupa vote dan Comment yang banyak ya!
'selamat membaca'
Mereka sudah sampai. Tadi saat Langit bilang kalau ada bayi yang di buang, Aira langsung menarik Gina untuk segera menuju basecamp.
Aira masuk kedalam, disusul Gina dibelakangnya. Aira melihat Raga yang kelelahan menggendong bayi. Langit yang fokus dengan handphone nya. Guel yang tertidur diatas sofa, Melvin dan Jean bermain game, dan Gibran? Aira tidak melihat Gibran disana.
"Langit?" Langit menoleh saat namanya dipanggil.
"Ra, sini duduk,"ucap Langit, meraih tangan Aira dan diajak duduk disebelahnya.
"Gue enggak nih?" cibir Gina.
Langit cengengesan, "Duduk Gin, tuh disebelah Guel.
"Ra, bisa gendong bayi kan? Tolong dong pegel tangan gue," keluh Raga dengan wajah melas.
Aira tentu saja langsung mengangguk, "Anak - anak setan ini, gak ada yang mau gantian," adunya, sambil menyerahkan bayi mungil kedelapan Aira.
"Halo, sayang," bisik Aira pada bayi kecil di gendongannya.
Raga meluruskan tangan-nya, "Aduh anj, tangan gue mau copot,"
"Lebay," sahut Langit.
Raga menendang kaki Langit, menatap Langit tajam.
"Babi, dari tadi Lo main handphone terus ya. Gue yang gendong itu bayi, hampir 1 jam,"
"Iye, iye busettt,"
Melvin dan Jean baru menyadari Aira sudah datang, "Eh Ra, Gin. Kapan datengnya?"
"Baru aja kok," jawab Aira.
"Bisa dijelasin ke gue, ini bayi siapa?" Aira menatap satu persatu laki - laki didalam ruangan ini.
"Itu masalahnya. Kita semua gak ada yang tau,"
"Mungkin kalau tadi si Langit gak cabut, kita gak akan tau ada bayi diluar," sambung Gibran dari arah dapur.
"Tadi ini bayi ditaro dimana?" tanya Gina.
"Ada keranjang. Keranjangnya mana?"
Jean menunjuk keranjang yang ada disamping Gibran, "Nah ituuu"
"Coba cari siapa tau ada petunjuk siapa Ibunya,"
Memang sejak bayi itu ditemukan, dan di gendong Raga, mereka sama sekali tidak mencari petunjuk apapun.
"Gue Nemu kertas!" pekik Guel. Langit, Melvin, dan Gibran menghampiri Guel, untuk melihat isi didalamnya.
Tolong jaga bayi ini. Usianya 3 bulan.
"Gini doang? Kok gak panjang kaya di tv - tv sih?" Gibran menoyor kepala Langit.
"Serius dikit, nyet,"
"Iya maap. Salah mulu gue," Langit menatap Aira yang sibuk mengelus sayang pipi bayi. Tatapannya sangat lembut membuat Langit semakin jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Dirgantara [ONGOING]
Fiksi PenggemarLangit Egler Dirgantara. Kerap disapa Langit ini, harus menikah diusia 18 Tahun. Menikahi seorang gadis yang sama sekali tak ia kenal. Ingat ini bukan karena cinta atau accident, tapi karena Perjodohan. Perjodohan konyol yang kedua orang tuanya buat...