Is it time for him to know?.
Does he have to know?
Should I open that wound again?
Ketiga pertanyaan yang tiba-tiba menghantui Yayan malam itu, membuat dadanya hampir nggak bisa bernapas. Setelah kejadian yang menimpanya beberapa saat yang lalu itu, membuat hati dan pikirannya nggak menyatu seperti biasa. Setelah kejadian itu, dia jadi merasa jauh dengan Rafky. Dia merasa ... takut?.
Raut wajah Rafky setelah kejadian itu jadi berubah, setelah sebelumnya mereka berdua seneng-seneng bareng, ketawa bareng, saling melempar senyum, bermanja ria dan menghabiskan momen bersama-sama. Yayan nggak nyangka momen kebahagiaannya bakal berubah drastis setelah mereka balik ke asrama. Sempat ada penyesalan didirinya yang nggak ikutan karaokean bareng tim basketnya malam itu. Jadinya Rafky nggak harus nerima momen itu di hidupnya.
Malam itu, sehabis ia mandi. Yayan nggak langsung keluar dari kamar mandi. Dia menatap lama cermin, sambil mempertanyakan ketiga pertanyaan tadi yang menguasai dirinya selama ia bercermin. Tatapan matanya tajam pada dirinya sendiri, sampai seketika ia sendiri merasa di dunia lain ketika larut pada lamunannya.
Entah berapa lama ia disana, hingga akhirnya Yayan pun keluar dari kamar mandi dengan perasaan nggak menentu dan takut. Tangannya nggak bisa berhenti bergetar, dan dadanya seakan sesak. Ia begitu takut buat keluar dan menemui Rafky. Ia berharap, Rafky nggak ada di kamar setelah dirinya keluar dari sana. But, ...
He's there.
Duduk di pinggir kasur, dengan kedua tangan seakan menahan tubuhnya sedikit membungkuk dan wajahnya merunduk menghadap lantai. Yayan tahu Rafky pasti kecewa padanya. Selama ini Yayan nyembunyiin identitas mantan pacarnya dari Rafky, dan ngerasa dibohongin dengan bilang ke dia bahwa nggak kenal sama Eric. But now he know. Yayan nggak bisa lari lagi, dia nggak mau bikin Rafky sakit lagi setelah malam ini, entah Rafky masih mau barengan sama dia lagi atau nggak. Pikiran Yayan udah bercabang kemana-mana sama hal itu.
Dia berjalan ke arah Rafky dengan perlahan, dan berhenti agak jauh dari tempat Rafky duduki itu. Yayan merunduk, didalam keheningan dan kegelapan kamar. Yang hanya bercahayakan dari lampu kamar mandi semata.
"He was my boyfriend." Ucap Yayan dengan nada serak.
Yayan diam kembali, begitu Rafky nggak merespon sama apa yang ia ucapkan barusan. Tapi Yayan lihat dia bernapas, tubuhnya naik-turun pelan. Tapi matanya tetap ke arah bawah, tanpa sedikitpun melihat ke arah Yayan.
"After that night, I tried to forget him. I promised myself that I would never ever say and remember his name again. But apparently it's ... hard. So hard!." Yayan terlihat sedih ketika berucap. Ia merunduk, kedua tangannya mulai bergetar. "I've known him for more than 5 years, from friends, best friends to my boyfriend. All those memories seem to prevent me from forgetting him."
Yayan kembali diam. Hingga nggak berapa lama, air matanya pun akhirnya menetes dalam rundukannya. Dia seakan nggak kuat lagi buat ngangkat wajahnya lihat ke arah Rafky.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till I Get You 2 [THE END]
Teen Fiction[BL LOKAL 18+] [JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN KOMEN CERITA INI YAAA..!!] {Disaranin baca Till I Get You dan Till I Get You: Friendly Fire dulu yaa} Semenjak Adrian gabung ke tim basket sekolah, Rafky makin yakin kalau pacarnya itu bisa bantu di...