Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bab 24. Potek Kretek
_____
"Manusia hanya bisa berencana, dan bisa jadi cuma wacana. Tetapi, Allah lah sebaik-baiknya perencana."
-ALHUDA-
_____
"Benar yang dikatakan Abang, Narashayang. Ayahanda dan Bundahara akan menjodohkan kamu dengan anak sahabat kami."
Perkataan Ayah Alif bersama Bunda Shafana disampingnya memasuki kamar bernuansa hitam putih milik Abang Arva. Sang bunda mendekati spring bed berukuran king size milik sang anak laki-lakinya. Cukup muat untuk mereka berempat karena sang ayah juga ikut bergabung duduk di samping sang istri.
Nara diam tak bergeming. Ia cukup terkejut dengan kabar ini.
"Ini kami lakukan demi kebaikan kamu, Sayang. Ayahanda dan Bundahara harap kamu bersedia menerimanya, yaa." Bunda Shafana mengelus kepala Nara yang tertutup jilbab instan seraya tangannya mengelus tangan sang anak gadis sematawayangnya.
"Mungkin ini terlalu mendadak untuk kamu, Narashayang. Sebenarnya kami tidak memaksa kamu menerimanya. Tapi, Ayahanda sangat berharap semoga kamu mau menerimanya. Karena ini semua kami lakukan agar kamu tidak terjerumus pergaulan zaman sekarang. InsyaAllah anak sahabat kami itu dia baik agamanya, sholeh, berbakti sama orang tua, dan tentunya tampan." sambung Ayah Alif diiringi senyuman diakhir kalimat.
"Abang juga setuju, dek. Semoga kamu mengerti pikirkan baik-baik ini juga demi kebaikan kamu, dek. Sholat istikharah saja agar kamu mendapat petunjuk dari-Nya." ucap Abang Arva.
"Pikirkan baik-baik ya, Sayang. Kami semua sangat menyayangimu," timpal Bunda Shafana.
"Iyaa, Nak. Kamu nggak perlu jawab sekarang. Kami tidak akan memaksakan kamu. Jika kamu butuh waktu untuk memikirkannya terlebih dahulu tidak apa kamu boleh sholat istikharah dulu. Mintalah petunjuk Allah," sambung Ayah Alif.
Kemudian Ayah Alif dan Bunda Shafana memeluk Nara. Keduanya tampak tersenyum bahagia.
Sedangkan, Nara yang melihat itu pun akhirnya ikut tersenyum juga sambil menganggukkan kepalanya.
"Tinky Winky Dipsy Lala Puh masa Abang Arva nggak dipeluk si sePuh," seloroh Abang Arva yang membuat semua tertawa.
"Ayo sini beri pelukan teletubbies Ayahanda dan Bundahara!"
"Syiap Puh!"
Bagaimana bisa Nara menghilangkan senyuman bahagia itu dari mereka, ya Allah? batin Nara di pelukan nyaman kedua orang tuanya dan Abangnya.
✧✧✧
Nara tergiang percakapan dengan kedua orangnya semalam. Ia masih tak menyangka bahwa di umurnya yang masih 18 tahun ia dijodohkan!
Namun, ia juga tak bisa menolak. Nara ingin melihat orang tuanya bahagia. Jika memang ini yang ditakdirkan untuknya ia akan ikhlas menerimanya. Insya Allah Nara juga akan melakukan saran yang Abang Arva berikan.
Saat ini ia sedang berjalan sambil melamun menyusuri koridor sekolah.
Suasana masih sepi dikarenakan ia berangkat lebih awal hari ini.
BRUK!
Nara tak sengaja menabrak orang. Dan, orang itu adalah Huda.
"Maaf saya nggak seng-" ucapan Huda terhenti kala orang yang ditabraknya adalah Nara. "Narasha?"
"I-yaa Hu-da? Maaf yaa aku yang salah jalan tak liat tadi." Nara meminta maaf pada Huda.
"Aku juga salah. Maaf yaa jalan nggak liat-liat tadi."
Nara menganggukkan kepalanya. Lantas membantu Huda merapikan buku yang berserakan akibat tabrakan tadi.
"Biar aku bantu, Huda." jeda sebentar. "Ini, bukunya." lanjut Nara sambil menyodorkan buku yang telah dikumpulkannya.
Huda pun mengambil buku yang Nara sodorkan. Lalu membawa semua di tangannya.
"Sekali lagi aku minta maaf."
"It's okay. Terima kasih. Aku duluan Assalamu'alaikum, Narasha."
"Wa'alaikumussalam Huda."
Nara menangkap belakang punggung Huda yang perlahan menjauh. Ia menghela napasnya pelan lalu kembali menundukkan pandangannya seraya beristighfar.
Tampak Huda buru-buru sambil membawa banyak buku cetak itu ke dalam kelasnya.
Dan tak lama bel masuk kelas berbunyi pertanda mapel pertama dimulai.
Akhirnya, waktu istirahat telah tiba. Hari ini Nara sendirian di kelas karena sang duo bestienya itu tidak masuk sekolah. Katanya sih, ada acara keluarga. Kok bisa samaan ya? Nara juga tak tahu.
Nara memutuskan keluar kelas berjalan ke kelas sebelah. Sambil tangannya membawa sebuah laporan praktek biologi.
Langkah kakinya terhenti tepat di balik pintu kelas yang terbuka sedikit. Ia urung masuk ketika gendang telinganya tak sengaja mendengar sebuah suara dari dalam kelas.
"Gue dijodohin."
DEG
JDUAR!!
Bagai petir di siang bolong. Dua kata yang membuat Nara terkejut sampai tak sengaja menubruk tong sampah di belakangnya.