WARNING!
Prolog ini mengandung adegan yang dapat memicu trauma! Untuk bagian prolog ini ratingnya 17+Note : tanda (===) artinya udah beda hari
SEORANG ANAK LAKI-LAKI bernama Abyan sedang berlari di bawah teriknya matahari sambil menggenggam sebuah plastik berwarna hitam. Rambut panjangnya ikut bergerak-gerak seirama dengan langkah kakinya. Beberapa detik berlalu, anak itu mulai merasakan tengkuknya yang menghangat. Kehangatan pada tengkuknya mulai menyebar ke area punggung yang lama kelamaan membuatnya merasa seperti terbakar.
"Aduh panas, panas!" pekiknya sambil memasuki halaman rumah berpagar hitam yang di sekeliling halamannya terdapat beberapa tanaman bunga.
Sandalnya terlempar ke sembarang arah saat anak laki-laki itu masuk ke teras rumah. Perlahan ia membaringkan dirinya di lantai teras yang terasa dingin dan melepas bajunya. Kelopak matanya mulai tertutup tanpa memperdulikan baju yang juga terlempar ke sembarang arah, senyumnya mulai mengembang saat hawa dingin lantai menyesap ke punggungnya.
"Adem ...," ujarnya dengan kedua tangan membentang yang bergerak-gerak di lantai mencari hawa dingin lebih banyak.
Beberapa detik berlalu, mulut anak itu terbuka lebar, ia mulai mengantuk. Baru saja dirinya mulai pulas, tiba-tiba SEORANG WANITA berhijab berumur 30-an membuka pintu rumah. "Lho ... anak bunda kenapa tiduran di sini?"
Matanya terbuka saat mendengar suara wanita itu yang tidak lain adalah ibunya. Ia menengok, kemudian menyengir lucu menampilkan deretan giginya. "Bunda!" Anak itu melambaikan tangan.
Wanita itu bertelak pinggang, menggeleng pelan saat melihat Abyan--sang anak--melambaikan tangan, kemudian ia berjalan mendekat dan mendudukkan diri tepat di samping anaknya. Ia menghela napas berat, setelahnya tangannya bergerak mengusap pipi sang anak. "Byan, abis dari mana? Bunda nyariin lho!"
Cengiran Abyan berganti menjadi cemberut. Pipinya sedikit mengembung, lalu ia membalikkan badan ke arah berlawanan membelakangi sang ibu. "Tadi Byan kan udah bilang mau ke warung, bunda!"
Sang ibu menatap penuh selidik. "Byan beneran! Bundanya aja yang enggak denger tadi," kata Abyan. "Masa?"
Abyan hanya diam, beberapa saat kemudian kelopak matanya mulai berair bersamaan dengan bibir yang melengkung ke bawah. "Bunda gak percaya sama Byan?" lirih Abyan.
"Percaya. Tapi inget, lain kali izinnya wajib samperin Bunda dulu, jangan baru izin pas Byannya di luar. Bunda kan gak denger," ujar wanita itu.
"Udah, jangan nangis. Masa cowok nangis, sih?" lanjutnya.
Abyan tertidur setelah kejadian tangisan itu. Kini tangan dan kakinya memeluk guling sembari menduselkan pipi. Selimut warna biru yang tadi ibunya pakaikan sekarang sudah berada jauh di kiri bawah sudut kasur. Lampu warna-warni mengeluarkan cahaya membentuk bintang di plafon yang membuat kamar Abyan terlihat sangat indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLuka
Teen Fiction[ Novel | 17+ ] Abyan hanyalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun. Kehidupannya penuh dengan drama keributan antara ia dan sang ibu yang seringkali tak satu tujuan. Pertengkaran-pertengkaran itu ternyata membuat Abyan lelah dan memilih mencari...