Bab 2 : Dear Abyan.

48 8 14
                                    

Mobil hitam SUV baru saja terparkir di depan halaman rumah Juni. Pintu mobil terbuka menampilkan Abyan yang menggengdong tas, dan Nadif yang masih berpakaian kantor.

Kedatangan keduanya disambut Juni yang memang sudah menunggu. Senyumnya merekah saat melihat dua orang yang amat Juni sayangi itu. Kedua orang itu lalu menyalami tangan Juni.

"Assalamualaikum," ucap keduanya bersamaan.

"Waalaikumussalam," jawab Juni. Setelah Nadif mengecup kening Juni, tiba-tiba saja Abyan memeluk erat Juni.

"Bunda," panggil Abyan sembari meletakkan kepalanya di ceruk leher sang ibu. Sesaat kemudian ia merasakan rambutnya disurai.

"Aby kenapa, sayang?" tanya Juni.

"Sayangnya ayah, kenapa?" Nadif juga bertanya. Perlahan ia memeluk Juni dan Abyan.

Sekarang ketiganya berada di dapur. Mereka membagi tugas, Nadif menawari diri untuk bagian memanggang ayam, Juni membuat sambal, sementara Abyan memotong timun sebagai lalapan. Ketiganya saling bantu membantu sembari Abyan bercerita tentang apa yang dirasakannya.

"Tenaga Aby kekuras banyak hari ini. Capek banget rasanya," ungkap Abyan. Ia menghela napas.

Nadif dan Juni mendengarkan dengan seksama cerita sang anak.

"Kalo capek, duduk aja dulu, sayang. Nanti biar ayah yang lanjutin potong timunnya," ujar Nadif tanpa menengok.

"Bukan capek ini, yah. Capek pas tadi di sekolah, apalagi tadi pas kenalan sama temen-temen."

Juni yang sedang mengulak sambal menengok. "Kenapa tuh?" tanyanya antusias.

"Tadi dikelompok, Aby disuruh kenalin diri paling pertama. Aby kenalin dong, 'Halo. Aku Abyan, dipanggil Aby," cerita Abyan.

"Terus-"

Ucapan Abyan dipotong oleh sang ayah. "Hah? Aby cuma kenalin itu aja?"

Abyan mendengus sebal. Ia sedikit mengembungkan pipinya. "Tuh, tadi Tama kayak ayah. Dia minta Aby buat panjangin lagi perkenalannya. Aby kan bingung mau kenalin apalagi. Gak mungkin Aby kasih tau mereka kalo Aby pernah diperkosa, dan punya PTSD 'kan?"

Juni dan Nadif secara bersamaan menghentikan pekerjaannya sejenak. Mereka menatap Abyan dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. Entah mengapa rasa nyeri mulai memenuhi ruangan dalam hati keduanya. Nyeri yang lama kelamaan menjadi kesakitan, sakit yang hampir saja berubah menjadi tangisan penuh luka.

Dalam area itu kini tersisa suara pisau yang memotong timun. Lainnya hanya hening yang mendera, membuat Abyan menengok ke arah keduanya dengan tatapan kebingungan. "Kenapa?"

Nadif langsung memeluk sang anak, bersamaan dengan itu, Juni beranjak dari duduknya dan ikut memeluk Abyan. Sementara Abyan hanya terdiam sambil menebak apa yang terjadi di antara kedua orang tuanya itu.

Seusai makan, Abyan merebahkan dirinya di kasur. Niatnya hanya ingin bersandar setelah makan, tetapi hawa sejuk pendingin udara malah membuatnya terlelap. Ponsel di tangannya masih menyala, menampilkan sebuah grup yang kini ramai.

 Ponsel di tangannya masih menyala, menampilkan sebuah grup yang kini ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang