Tama baru saja keluar dari mobil putih SUV. Suara pintu terdengar saat ia menutup dengan dorongan keras. Tangan kanannya menggenggam papan nama yang terdapat tali di sisi atas.
Jendela kaca mobil itu terbuka, menampilkan pria berumur 30 tahunan yang memakai kacamata hitam. Tama memasukkan kepalanya ke dalam jendela. Sekarang mereka saling menatap lekat.
"Jemput 'kan?" tanya Tama.
"Iya," jawab pria itu sembari membenarkan posisi kacamata. "Santai aja," sambungnya.
Tama menyebik. "Awas aja gak jemput!"
"Nanti papa kabarin. Kalo misal gak jemput, papa beliin saldo ojek online, oke?"
Tama memutar malas bola matanya. "Udah janji, lho. Masa gak ditepatin?"
Bersamaan dengan itu, Tama melihat Abyan yang baru saja keluar dari mobil. Jarak keduanya sekitar lima belas meter.
"Tama masuk dulu, dah!" Tama melambaikan tangan sesaat sebelum kemudian berlari menghampiri Abyan yang kini mulai memasuki area lorong utama, tempat kemarin mereka disambut oleh puluhan guru.
"Have fun!" Sang ayah memekik pada Tama.
"Abyan!"
Abyan berhenti dengan kedua tangan memegang tali tas. Ia menengok ke belakang dan mendapati Tama yang berlari mendekat ke arahnya. Saat mereka sudah berhadapan, Tama merangkul bahu Abyan lalu mulai memasuki lorong secara bersama-sama. Abyan hanya terdiam.
"Name tag lo mana?" tanya Tama sembari memakai papan nama miliknya.
"Ada," jawab Abyan singkat.
"Mana? Pake dong!" pinta Tama.
"Nanti," kata Abyan sembari menggidikkan tengkuknya, membuat rangkulan Tama terlepas.
"Pake sekarang. Tuh liat, di depan ada pemeriksaan name tag. Kalo gak dipake dari sekarang, tar lo dihukum," ucap Tama sembari menunjuk ke depan.
Abyan melihat ke arah yang ditunjuk Tama. Di sana ia melihat kakak-kakak OSIS termasuk Gina dan Dini sedang memeriksa papan nama milik siswa. Retina mata Gina dan Abyan bertemu, Gina melambaikan tangan menyuruh Abyan mendekat sambil merekah senyum.
"Cepetan pake!" Tama kembali meminta.
Kini mereka berhenti. Abyan menghela napas, mulai membuka tasnya, mengambil papan nama, kemudian menutup tas kembali dan memakai papan nama tersebut . Sementara Tama, ia mulai membaca apa yang ada di papan nama milik teman barunya itu.
"Nama, Abyan Geyadha. Umur, 15 tahun. Asal-"
Belum sempat selesai membaca, Abyan membalikkan papan nama, sehingga Tama tak lagi bisa membaca biodata miliknya.
"Pelit," cibir Tama.
"Minimal mah bales chat gue!" lanjutnya.
Pekikan Tama diabaikan Abyan yang sekarang semakin mendekati Gina. Setelah pemeriksaan yang dilakukan sang kakak selesai, Abyan diperbolehkan masuk. Di belakangnya, Tama tampak setia mengikuti.
Dari kejauhan, Ilal melambaikan tangan pada Abyan dan Tama. Ilal tidak sendiri, ia bersama Bulan dan Ismi yang datang lebih awal.
"By! Tam!" panggil Ilal.
"Lo manggil si Abyan udah kayak manggil pacar tau, Lal," ujar Ismi.
Ilal menengok. "Ya emang dipanggilnya begitu, mau gimana? Gue panggil Byan? Yang ada dianya marah. Kalo temenan, first impression nya harus bagus," jelas Ilal.
"H-hai." Abyan melambaikan tangan sambil merekah senyum kecil.
"Hai juga, Abyan," balas Ismi. Sementara teman di sampingnya, Bulan, hanya membalas dengan senyum dan lambaian tangan juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLuka
Novela Juvenil[ Novel | 17+ ] Abyan hanyalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun. Kehidupannya penuh dengan drama keributan antara ia dan sang ibu yang seringkali tak satu tujuan. Pertengkaran-pertengkaran itu ternyata membuat Abyan lelah dan memilih mencari...