Di jalan pulang, Abyan baru saja teringat pesan sang kakak saat menjadi MC yang mengatakan bahwa besok semua murid baru wajib membawa sebuah tanaman kecil.
"Lagi mikirin apa, ganteng?" Nadif menengok sesaat ke arah Abyan
"Aby disuruh kakak beli tanaman buat besok," ujarnya.
"Tanaman hias?" tanya sang ayah lagi.
"Bebas, boleh hias atau kalo mau kayak pohon buah gitu gapapa," kata Abyan sambil mengucek mata sebelah kirinya akibat debu yang masuk dari jendela.
"Mau beli sekarang?"
Abyan mengembungkan pipinya. Ia berpikir sejenak.
"Kalo sore tukang tanaman masih buka, gak?"
Nadif terkekeh. Tangan kirinya meluncur ke atas kepala Abyan dan mengusapnya lembut. "Masih, dong. Sampe malem juga masih buka."
"Nanti belinya sore aja deh. Capek, mau tidur dulu. Gapapa 'kan, yah?"
Keempat retina mata anak dan ayah itu bertemu. Abyan mengedip lucu.
"Gapapa, dong! Masa gak boleh?" Nadif mencubit kecil pipi Abyan, ia merasa gemas dengan anaknya.
"Ayah, kerja capek, gak?"
Nadif melipat dahi. Beberapa hari terakhir, sang anak kadang menanyakan suatu hal padanya.
"Kerja itu ... seru," ujar Nadif.
"Beneran?" Abyan membenarkan posisi duduknya.
"Kalo Aby tanya pendapat ayah, itu jawaban ayah," Senyum Nadif mengembang. "Aby mau tau lebih dalam soal kerjaan ayah?" sambung Nadif.
Abyan menggeleng. "Gak mau, baru liat kertas file-file ayah aja rasanya pengin muntah."
Nadif tertawa terpingkal-pingkal.
"Coba deh sekali-kali baca isinya. Ya walaupun tebel, tapi coba aja baca," pinta Nadif.
"Nanti aja, kapan-kapan," kata Abyan sambil merekah senyum.
"Mau puter lagu?"
Abyan menggeleng. "Gak mau. Pengin tidur."
Setelah mengatakan itu, Abyan langsung beranjak dari kursi depan ke kursi belakang yang lebih luas. Segera ia mengambil bantal yang ada di bagasi, lalu ia merebahkan dirinya. Dari pantulan kaca dalam mobil, Nadif terus mengamati sang anak.
"Nanti kalo udah sampe, bangunin Aby, ya," pinta Abyan.
"10 menit lagi juga sampe, kok," jawab sang ayah.
"Jadi Aby gak usah tidur?" Abyan beranjak duduk.
"Gapapa, tidur aja, anak ganteng. Nanti ayah bangunin." Nadif menyipitkan matanya ke depan. "Tuh, di depan juga macet, tidur aja biar Aby gak capek nunggu," lanjutnya.
Mobil Nadif berhenti tepat di depan pagar besi rumah. Ia keluar sesaat untuk menggeser pagar, lalu kembali masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil sampai di ujung garasi rumah.
Bersamaan dengan itu, Juni keluar dari dalam rumah dengan tangan memegang sapu. Ia meletakkan sapunya di dekat kursi, lalu segera menyalimi tangan Nadif saat Nadif sudah turun dari mobil.
"Aby mana, yah?" tanya Juni.
Nadif memasang wajah misterius. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada telinga sang istri. "Tidur."
Sesaat kemudian Juni mencubit pipi Nadif. "Ayah seneng banget ya ngeledekin. Enak nih?"
"Aw! Sakit, bun!" ringis Nadif berbisik. Di sela-sela rasa sakitnya, ia masih memikirkan jika ia berteriak, maka bisa saja sang anak terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLuka
Novela Juvenil[ Novel | 17+ ] Abyan hanyalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun. Kehidupannya penuh dengan drama keributan antara ia dan sang ibu yang seringkali tak satu tujuan. Pertengkaran-pertengkaran itu ternyata membuat Abyan lelah dan memilih mencari...