Waktu melesat beberapa jam. Mereka semua tengah beristirahat setelah materi yang diberikan Diah. Dari kantin, Abyan menatap Tama lamat-lamat sembari menunggu Gina membeli makanan. Tadi setelah materi selesai, Gina mengajak Abyan untuk membeli roti karena perutnya terasa perih.
"Makasih, ya, bu." Gina tersenyum pada si penjual.
Sementara itu, atensi Abyan beralih pada Gina saat Tama menatap ke arahnya.
"Aby beneran gak mau jajan? Kakak bayarin lho padahal." Gina menatap Abyan yang menggeleng.
"Nanti kalo mau jajan bilang kakak, ya?" Abyan mengangguk.
"Duduk, yuk!" Gina menarik lengan Abyan menuju kursi yang tak jauh dari mereka. Setelahnya mereka duduk berhadapan.
"Kakak makannya yang teratur, kalo enggak, nanti magnya kambuh lagi kayak waktu itu," nasihat Abyan sembari melipat tangan di atas meja. Dirinya ingat betul bagaimana raut wajah Gina yang kala itu kesakitan sembari memegang perut saat penyakit kakaknya kambuh.
Gina mulai membuka roti. "Iya, makasih ya udah perhatian."
"Janji?" Gina mengangguk. Jari kelingking mereka saling bertemu.
"Pagi, kak!" Ilal muncul entah dari mana. Senyumnya merekah. Di tangannya terdapat dua buah roti rasa coklat.
"Ini buat kakak. Yang satunya lagi ... bisa titip buat Kak Dini, gak kak?" tanya Ilal berbisik.
Gina berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Bisa. Makasih, ya, Ilal."
Ilal membelalakkan mata, lalu melompat kecil. "Kak Gina tau nama aku?!"
"Ya gimana gak tau, kemarin kamu duluan yang ngenalin diri pas aku lagi nge-mc," ucap Gina.
Ilal mengulum bibir. Ia salah tingkah. Tiba-tiba saja Ilal melihat Dini berjalan ke arahnya.
"Aku ke kelompok dulu, ya, kak! Tolong kasihin rotinya ke Kak Dini!" desis Ilal sembari pergi melalui arah lain.
Dini menatap kepergian Ilal. "Ngapain itu bocah, Gin?" tanya Dini dengan alis terangkat.
"Nitipin roti buat lo, nih," jawab Gina. Ia memberikan roti itu pada Dini yang kini ikut duduk di samping Gina.
"Buat gue?" Gina mengangguk.
"Dari dia?" Gina mengangguk lagi. Sementara Dini hanya menganga tak percaya.
"Ilal suka sama kakak, kayaknya," timpal Abyan membuka suara. Dini sontak menengok.
"Hah?"
Gina dan Abyan saling menatap dan terkekeh. Sesaat kemudian senyuman Abyan pudar saat ia melihat Titin yang keluar dengan tangan membawa box plastik besar tanpa isi.
"Bude Titin?" gumamnya.
Mendengar perkataan itu, Gina dan Dini menengok ke belakang.
"Iya, itu bude," ujar Gina.
"Bude jualan?" Gina berdehem mengiyakan.
"Lah kok adek lo kenal Bude Titin, dah?" Dini menatap Gina.
"Gimana gak kenal coba. Rumahnya aja cuma 150 meter dari rumah adek gue," kata Gina sambil melirik Abyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLuka
Teen Fiction[ Novel | 17+ ] Abyan hanyalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun. Kehidupannya penuh dengan drama keributan antara ia dan sang ibu yang seringkali tak satu tujuan. Pertengkaran-pertengkaran itu ternyata membuat Abyan lelah dan memilih mencari...