Pukul lima pagi Abyan sudah bangun dari tidurnya. Ia segera mandi dan membantu sang ibu di pagi hari cerah ini. Hawa sejuk hari ini membuat Abyan malas sekali untuk melakukan aktivitas selanjutnya-jalan pagi bersama teman-teman. Namun, alangkah terkejutnya Abyan begitu mendapati Tama di teras rumah sedang mengobrol dengan sang ayah. Tama memakai kaus oblong hitam selaras dengan celananya, sementara Nadif memakai baju dan celana pendek yang biasa dikenakannya di rumah.
Abyan mendekati keduanya dengan tatapan keheranan. Tama yang tengah mengobrol segera melambaikan tangan pada Abyan, ia tersenyum.
"Udah rapi?" tanya Tama.
Abyan mengangguk, raut wajahnya masih keheranan. "Kok bisa ke sini? Tau dari mana?"
"Tadi pagi gue minta ayah lo buat share lokasi."
Abyan menengok pada sang ayah yang menyengir.
"Tapi Aby kan gak minta dijemput," ucapnya, kembali menatap Tama.
Tama mengangkat kedua bahunya. "Gue inisiatif aja, siapa tau lo kesasar."
Abyan mengembungkan pipinya. "Aby tau jalan, kok!"
"Udah, sana Aby berangkat gih. Hati-hati, ya," kata Nadif, mendorong pelan Abyan.
Dari dalam Juni keluar, berjalan mendekati ketiga orang tersebut. Sontak Tama menyalami tangan Juni.
"Udah mau berangkat?" tanya Juni.
Abyan dan Tama mengangguk.
"Aby udah bawa uang?" tanya Juni sambil menyurai rambut Abyan.
Abyan mengangguk pada sang ibu.
"Tam, titip Abyan ya," kata Juni.
Keduanya mulai berjalan menuju titik berkumpul-gerbang sekolah. Abyan melirik pada Tama yang hanya memakai kaus oblong padahal hawa pagi ini dingin sekali.
"Gak dingin?" tanyanya pada Tama.
Tama menengok, kemudian menggeleng.
"Lo udah makan, anak kucing?" tanya Tama balik.
Abyan menyipitkan matanya. Ia sebal saat Tama memanggil dirinya anak kucing. Lagipula dirinya tidak mirip sama sekali dengan anak kucing! Atau jangan-jangan mata Tama bermasalah?
"Gak suka dipanggil kayak gitu! Aby aja!"
"Lo tuh lucu, tau. Mirip anak kucing. Gemes-"
"Gak! Kalo panggil Aby kayak gitu lagi, udahan aja sahabatannya!" ancam Abyan.
"Lo lucu kalo lagi kesel," tutur Tama. Telunjuknya bergerak menyentuh cepat pipi Abyan.
Yang disentuh terdiam di tempat dan menatap tajam Tama.
"Tama gay, ya?!" tanya Abyan, meninggikan suara.
Tama meletakkan telunjuk di bibirnya, memberi Abyan kode untuk memelankan suara.
"Jawab!"
"Nggak, By. Emang gak boleh gue megang pipi lo?"
"Gak! Tama aneh! Aby gak suka dipegang sama orang! Kalo Tama gay, Aby gak mau deket-deket sama Tama!" jelas Abyan, menatap tajam Tama.
Keduanya terdiam di sisi jalan yang lengang. Tanpa Abyan sadari, bibirnya mulai melengkung ke bawah. Tama yang melihat itu langsung kalang kabut, ia tidak menyangka bahwa Abyan sekesal ini atas perlakuannya tadi.
"Aby takut," lirih Abyan, setetes air matanya jatuh ke pipi.
"Sorry, gue tadi niatnya cuma bercanda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-Liku Luka : #SemuaPunyaLuka
Ficção Adolescente[ Novel | 17+ ] Abyan hanyalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun. Kehidupannya penuh dengan drama keributan antara ia dan sang ibu yang seringkali tak satu tujuan. Pertengkaran-pertengkaran itu ternyata membuat Abyan lelah dan memilih mencari...