BAB 4. Sebuah Pilihan

35 3 0
                                    

"Oke, sedikit pengarahan dari saya. Setelah istirahat nanti saya ajak kalian untuk mengenal tempat-tempat di sekolahan ini. Selebihnya kalau kalian lupa, bisa tanya Flora atau Daffa. Mereka alumni dari SMA Nagasakti."

"Iya Pak." Sahut mereka berbarengan.

"Kalian bisa menunggu di ruang guru. Daffa, Flora masih ingat jalannya?" Tanya kepala sekolah itu dengan nada candaan.

"Masih Pak."
Kepala sekolah itu mengangguk, kemudian mereka berpamitan untuk keluar dari ruangan.
Saros keluar paling awal, dari raut wajahnya sudah bisa dibaca jika ia akan mengajak teman-teman untuk gibah.

"Cepetan napa." Ujar Saros. Alora yang keluar paling belakangan langsung menendang pelan tulang kering Saros dengan kesal, "Napa lo? Kebelet boker." Serka Alora dengan sinis.

"Kepseknya Dapa serem bat, mana nyebut nama asli gue lagi." Sindir Saros dengan mulut cibirnya.

"Apa yang salah juga sih Ros. Nama lo kan emang Saroso? Lo aja yang sok-sokan minta di panggil Saros doang." Sahut Olive dengan santai. Teman-temannya spontan tertawa mendengar jawaban polos dari Olive, namun gadis itu malah bingung sendiri mengapa teman-temannya tertawa.

"Boleh gak sih gue telen tu bocah satu."

"Heh, udah-udah. Ayo ke ruang guru. Kelamaan disini nanti." Ajak Arsen yang sudah mencium bau-bau akan ada perseteruan tidak berguna.

Mereka berjalan menuju ruang guru bersama-sama. Sesekali pula Saros dan Nash curi-curi pandangan kearah lapangan melihat beberapa murid disana yang tengah menjalankan kegiatan olahraga.
"Bocah sekarang pada glowing-glowing njir. Jaman gue ngapa kaga ya?" Ujar Nash

"Lo aja yang terlalu mandang fisik." Cibir Flora.

"Astaghfirullah Nashrul." Sahut Alora sambil mendramatis mengusap dadanya.

"Eh, gak gitu maksud gue. Dah lah diem aja gue anjir, salah mulu."

****
Tok..

Tok..

Flora mengetuk pintu ruang BK, ia ingin menemui Bu Elsa setelah beberapa waktu tidak bertemu dengan beliau. Bisa di bilang, sewaktu sekolah, Bu Elsa adalah satu-satunya guru yang dekat dengannya. Setiap ada masalah atau ada kesulitan, sudah dipastikan Flora akan berceritakan pada Bu Elsa.

"Masuk."

Mendengar jawaban dari dalam, Flora membuka pintu ruangan itu dengan senyuman, apa lagi saat Bu Elsa terlihat terkejut dengan kedatangannya. Gadis itu langsung menghampiri Bu Elsa dan bersalaman.

"Pagi Ibuk." Sapanya.

"Flora?" Tanya Bu Elsa dengan gurat terheran tercetak jelas di wajahnya.
"Iya Bu, ini saya."

Bu Elsa tertawa, bahkan wanita paruh baya itu langsung mengenakan kacamatanya. "Ibuk pangling Flo. Ternyata beneran kamu. Lama enggak ketemu."

"Aduh, Flo makin cantik ya Bu?" Lagi-lagi Bu Elsa tertawa mendengarnya. "Iyain aja biar seneng."

"Yah, kok gitu. Bagaimana kabar Ibu?"

"Alhamdulillah, baik."
Flora tersenyum mengangguk, ia menatap sekeliling ruang BK. Masih sama persis seperti dulu. Tak ada yang berubah. "Siswanya gimana Bu? Makin baik kan?"

"Huh, sama saja Flo. Apa lagi anak jaman sekarang, dikit-dikit masuk konten."
Flora terkekeh, "Gapapa lah Bu, biar terkenal."

"Terkenal ya terkenal, tapi ya gak usah bawa-bawa Ibuk. Udah tua."
"Ngomong-ngomong, kesini sama Daffa juga 'kan?" Lanjutnya.

"Iya Bu, tapi Mas Daffanya lagi sama temen-temen." Jawab Flora. "Ibu denger kabar dia terakhir kali katanya dia sakit. Sampe dibawa ke Singapore itu kan?"

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang