Bab 18. Hari dimana kamu pergi

20 2 0
                                    

Di awal bulan februari tahun 2020, pagi itu cuaca begitu cerah. Bertepatan dengan hari falentine, entah direncanakan atau tidak, banyak siswa yang tiba-tiba membawa beberapa bunga dan coklat yang akan ia berikan pada siswi-siswi teman sekelasnya ataupun siswi yang mereka kenali. Riuh tawa mengisi koridor-koridor kelas, dan sudah tentu paling ramai tepatnya di koridor kelas 11 Bahasa.

Rasalas dengan teman-teman kelasnya yang laki-laki sengaja membawa banyak bunga mawar yang mereka petik dari rumah Danial pagi-pagi buta tadi, memang di rumah Danial begitu banyak tanaman mawar yang sengaja di tanam oleh Kakaknya yang sedang merantau di luar kota, dan sebab Kakaknya tidak ada di rumah, dan bunganya berbunga lebat, atas ide dari Rasalas, mereka memetik bunga-bunga itu untuk ia berikan kepada sapapun siswi yang lewat di depannya.

"Perasaan gue masih gak enak," celetuk Jaya sambil merangkul pilar di depan kelasnya dengan megendus wangi mawar yang ia bawa.

Danial yang mengerti maksud Jaya langsung mendekati lelaki itu dan menepuk bahunya sambil berujar. "Tenang, Mbak Ajeng pulang dua bulan lagi. Aman," ujarnya.

Rasalas yang tengah sibuk mengoda beberapa siswi yang melewatinya dengan setangkai bunga mawar ikut menyahut. "Yang slow, gue kenal Mbak Ajeng, ya kan Dan?" Sahut Rasalas.

Jaya menghela nafas, "Pala lo. Mbak Ajeng sama Bu Erlin galaknya 11, 12 anjir." 
Rasalas tertawa, dan lebih ngakak lagi saat Danial langsung memukul kepala Jaya karena sudah membandingkan Kakaknya dengan guru killernya.

"Gue aduin lo sama Mbak Ajeng."
Jaya hanya bisa menyengir kuda sambil memasang wajah sok imut di depan Danial, "Jangan dong, bercanda sayangku." Ujarnya sambil membelai manja wajah Danial yang tentu saja lagi-lagi langsung dihadiahi geplakan panas di punggungnya. Mereka semua tertawa, namun tawa Rasalas berhenti begitu melihat Flora yang tak jauh dari jangkauan matanya.
Lelaki itu lekas merampas dua bunga dari tangan Jaya, dan kembali masuk ke dalam kelas untuk mengambil coklat yang sudah ia siapkan.

"Woi Ras mau kemana?" Teriak Natha yang melihat Rasalas terlihat buru-buru.

"Nyariin emak buat elo."

"Bangsat!"

Rasalas menahan untuk tidak tertawa dengan jawabannya sendiri, kemudian ia celingukan untuk kembali mencari keberadaan Flora.

Namun tiba-tiba ia dikejutkan dengan tepukan dibahunya, lelaki itu spontan menoleh, ia langsung menyengir kala mendapati Bu Elsa berdiri dibelakangnya.

"Eh, Ibu. Pagi Bu." Sapa Rasalas sambil mencium tangan dengan beliau.

"Nyariin apa kamu Ras? Kaya orang bingung." Tanya Bu Elsa yang memang sendari tadi melihat Rasalas celingukan.

"Anu Bu itu-"

"Flora? Mau kamu lamar pakai bunga itu?"
Rasalas terkekeh, entah dari kabar siapa. Berita jika dirinya dekat dengan Flora menyebar bahkan sampai ditelinga guru-guru. Bahkan dibeberapa hari lalu saat pertama kali mereka bilang Rasalas dan Flora berpacaran, Flora dibrondong pertanyaan sampai-sampai gadis itu tidak berani keluar kelas.

"Ibu mah bisa aja. Enggak kok, ini bunganya buat Ibu." Jawab Rasalas sambil menyerahkan setangkai bunga untuk Bu Elsa.
"Loh, beneran juga gapapa lho Ras. Tapi lulus dulu, kuliah yang bener, kerja yang mapan, baru tanggung jawab anak orang."

"Siap Bu kalau itu mah."

Bu Elsa tersenyum mendengarnya, kemudian ia menerima bunga itu dari Rasalas. "Makasih ya, selamat hari valentine."

*****
Bulan-bulan telah berlalu, perasaan Flora semakin kuat untuk Rasalas. Perhatiannya, kalimat manisnya, perlakuannya, semua itu mampu membuat Flora benar-benar jatuh pada pesona Rasalas.

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang