BAB 8. Serana

37 3 0
                                    

"Akhh!! Astaghfirullah!!"

Suara pekikan yang tiba-tiba itu membuat seisi kelas 11 bahasa 3 langsung menoleh bahkan beberapa anak laki-laki langsung mengumpat karena Raksa yang berkoar sambil menatap pantulan dirinya dari kaca yang baru saja ia rampas dari Ineke yang duduk sebangku dengannya.

"Gue ganteng banget!"

"Lu kesel gak sih?" Bisik Ineke pada Nando yang berada di seberangnya.
"Sambit aja Ke palanya. Ikhlas gue." Sahut Nando yang langsung ditambahi acungan jempol oleh Alan yang duduk disampingnya.

"Akhh!!--"

Plak!!

Dengan senyum sinis dan kepuasan, Ineke mendesis "Mampus."

Nando dan Alan langsung terbahak melihat wajah Raksa yang sudah nyungsep dimeja, disusul gelak tawa beberapa teman-teman sekelasnya yang melihat Ineke menggeplak kepala Raksa dengan spontan.

"Kok lu jahat sih yang!"

"Woi, berapa hari lagi sih tempat duduknya bergilir? Capek gue sama ni anak." Seru Ineke sambil menunjuk kearah Raksa.

Raksa yang merasa paling tersakiti langsung mengusap dadanya sambil beristighfar dan berdalil, "Sesungguhnya betina sepertimu tidak layak berujar seperti itu pada pangeran."

"Pangeran-pangeran! Mending pangeran kodok daripada elu!"

"Eh beneran nih? Gue ambilin katak di got depan nih." Sahut Raksa sambil menuding Ineke.

"Ndo, Lan. Angkut nih temen lu, jauh-jauh dari gue." Ujar Ineke pada Nando dan Alan.

"Buat lo aja Ke, itung-itung gue amal ngurangin dosa lo, ya gak Ndo?"
"Yoi Lan."

Sama-sama brengseknya, Ineke hanya bisa menarik nafas dalam-dalam sebelum memilih pergi dan duduk dengan teman-teman ceweknya.

"Anak orang lu buat kesel nge! Dosa lu." Cibir Nando pada Raksa yang masih sibuk merapikan rambutnya sambil berkaca.

"Gemes gue. Dari tadi Ike ngaca mulu, mending kalo cantik, eh cantik sih." Sahut Raksa dengan cengirannya. Kemudian ia teringat sesuatu.

"Ni jam kos kan ya?"
Kedua temannya langsung mengangguk mengiyakan. Beberapa guru sibuk mengurusi rapat orang tua kelas 12 di gedung sebelah, dan sejak pagi sampai kini jam 9 lebih 50 belum juga ada guru yang masuk kedalam kelas.

Raksa melihat kearah luar jendela, banyak siswa dan siswi yang berada di luar kelas. Kemudian ia terfikir satu hal, ia toleh kearah pojok kiri kelas. Ada gitar yang tak digunakan, gitar yang entah sejak kapan ia pinjam dari ruang musik dan ia lupa mengembalikannya.

"Lo berdua ikut gue. Kita buat sesuatu yang menarik."

Nando dan Alan menyerit bingung, awalnya ia hanya membiarkan Raksa berjalan mengambil gitar, namun kemudian mereka tersenyum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Raksa.
Tanpa perduli si ketua kelas yang koar-koar memanggil mereka untuk tidak keluar kelas. Raksa, Nando dan Alan terus berjalan keluar kelas sembari masing-masing membawa kursi dari dalam kelas juga mic bluetooth dan speaker mini milik Rara si biduan kelas.

Berhubung kelasnya tak jauh dari lapangan basket dan jauh dari tempat para orang tua mengadakan rapat, juga suasana yang mendukung untuk membuat keramaian sebab banyak juga kelas yang jam kosong. Raksa dan kedua temannya memilih tempat dibawah ring basket yang tidak terlalu panas.

"Tes, tes."

Beberapa orang disana langsung menoleh, dan mereka sudah hafal kelakuan Raksa dan teman-temannya. Apa lagi jika bukan mengadakan konser dadakan seperti sebelum-sebelumnya. Raksa memang tak pernah kapok, padahal Bu Elsa pernah memergokinya dan alhasil ia disidang bersama teman-temannya karena mengundang kegaduhan.

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang