Bab 16. Ego manusia

31 2 0
                                    

Hari ini Raksa tak masuk sekolah yang tentu saja membuat Flora menanyakan keberadaan anak itu mengapa absen tanpa keterangan. Bel istirahat berbunyi, dan ia menahan salah satu murid kelasnya untuk ia bertanya kemana Raksa.

"Alan."

Lelaki itu tak jadi keluar kelas dengan teman-temannya. Ia langsung menoleh kebelakang sambil menjawab, "Iya Bu?"

"Kamu temannya Raksa kan? Kamu tahu kenapa dia enggak masuk?" Tanya Flora.

Alan menggeleng, "Enggak Bu, dia gak bilang apa-apa sama saya, temen-temen yang lain juga gitu. Tapi--"

"Tapi?"

Alan berjalan mendekat pada Flora. "Akhir-akhir ini, saya lihat Raksa kaya lagi banyak masalah. Diem aja anaknya, padahal biasanya sering kesurupan- eh maksud saya pecicilan gitu Bu anaknya. Gak tau deh kenapa, saya tanyain dia gak mau cerita." Jelas Alan.

Flora mengangguk paham. "Ya udah, makasih ya. Selamat istirahat." Ujarnya.
"Oke Bu, saya permisi." Alan lekas menyusul teman-temannya. Sedangkan Flora menata buku-bukunya sembari menebak mengapa Raksa tak masuk hari ini, atau bahkan setelah di difikir-fikir, saat ia melihat anak itu beberapa hari ini, memang seperti tengah dalam masalah.

****
"Flo."
Flora menoleh kala Daffa memanggilnya, satu alisnya terangkat menandakan ia bertanya ada apa. Sedangkan lelaki itu menggeser kursi di dekat meja Flora untuk ia duduk di dekat gadis itu.

"Ada yang mau gue kasih tau."

Flora menyerit, "Apa Mas?"

"Kemarin Raksa. Nanyain soal Rasalas." Penjelasan Daffa membuat Flora bingung, untuk apa anak itu menanyakan perihal Rasalas kepada Daffa?

"Kenapa dia nanyain Rasalas?" Tanya Flora bingung.

"Gue juga gak tau. Gue gak tahu banyak, jadi gue jawab seadanya, dan gue suruh tu anak nanya ke elo. Dia gak nanyain?"

Flora menggeleng, "Dia gak masuk hari ini."

Daffa bersidekap dada, dahinya berkerut memikirkan sesuatu. "Gue ngerasa aneh deh sama itu anak." Gumamnya.

"Aneh gimana?"

"Awalnya gue pikir, dia nanyain Rasalas sebab banyak orang yang bilang mereka mirip. Tapi gue rasa bukan itu masalahnya." Jelas Daffa.

"Apa sih Mas? Jangan buat penasaran deh." Sahut Flora sembari menendang pelan kaki Daffa.

"Coba elo pikir. Buat apa dia nanyain orang yang udah meninggal 4 tahun lalu kalau bukan karena apa-apa?"

"Lo gak boleh seudzon. Siapa tau emang Raksa cuma iseng tanya-tanya soal Rasalas." Jawaban Flora mendapat kekehan dari Daffa, "Iseng? Gak Flo, percaya sama gue."

"Udah ah Mas, biarin aja. Gue mau nyusun laporan."

****
Raksa menendang pintu kamar Kalan dengan paksa, sehingga pintu itu terbuka dengan kasar. Kalan yang tengah menghisap rokok di balkon kamar pun kaget dibuatnya. Dengan wajah marah, Raksa menghampiri Kalan yang juga berjalan kearahnya.

"Lo kalo mau masuk--"

Bugh!

Satu pukulan Raksa layangkan pada pipi Kalan sampai lelaki itu terjungkal. Bahkan belum sempat Kalan menoleh dan menatap adiknya, lelaki itu sudah di lempari amplop coklat oleh Raksa.
Mata Raksa benar-benar menyiratkan emosi dan kebencian, wajahnya memang pucat tapi gurat emosionalnya tercetak jelas saat menatap Kalan yang dengan tenang membuka amplop coklat itu.

"Bangga lo?" Tanya Raksa dengan nada rendah.

Kalan menatap foto-foto itu dengan rasa tak percaya. Ia balik menatap Raksa. "GUE TANYA LO BANGGA DENGAN PENCAPAIAN LO ITU!"

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang