BAB 9. Kehidupan Sosial

23 2 0
                                    

"Astaga aurora mu bestie!!"

Pekikan itu yang Danial ucapkan saat melihat Rasalas keluar kelas tanpa menggunakan seragam batiknya. Pelajaran olahraga selesai beberapa menit yang lalu, dan seperti biasa, anak laki-laki selalu berganti pakaian didalam kelas tidak perduli meski beberapa guru sudah menegurnya, atau bahkan sering kali berdebat dengan perempuan-perempuan di kelasnya yang selalu mengeluh karena beberapa dari mereka belum mengambil baju ganti.

"Gimana seksi kan gue?"
Bukannya segera memakai bajunya, Rasalas malah berpose sok keren di depan kelas. Padahal bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu dan dengan otomatis koridor-koridor kelas sudah ramai.

"Beh cakep. Minggu gym lagi gas?" Jawab Danial

"Gass!!" Bukan Rasalas yang menjawab, melainkan Jaya yang juga tidak menggunakan baju dari dalam kelas.

Memang dasar circle tidak ada akhlak. Tampangnya saja polos, aslinya mereka tidak lebih bobroknya dari tingkat kepedean Rasalas.

"WOI! PAKE GAK BAJU LO, JANGAN SAMPE GUE KUTANGIN YA!"

Percaya atau tidak, di setiap kelas pasti ada satu siswi yang ditakuti anak laki-laki. Entah karena galaknya, judesnya, atau sebagian besar adalah dia si bendahara kelas.

"Mampus lo, Ica dateng tuh." Ujar Danial.

Namun bukan Rasalas jika tidak berdebat dahulu dengan Ica, apa lagi ia tahu gadis itu gampang sekali terpancing emosinya. "Peluk Mas dek. Mas kedinginan." Jawab Rasalas sambil merentangkan tangannya pada Ica yang berdiri tak jauh darinya.

"Ras! Gila lo. Gua tampol mati lo!"

"Hahaha seru nih." Berbeda dengan Rasalas, Jaya memilih aman. Ia langsung memakai bajunya saat Ica berjalan mendekat.

"Iya, iya. Galak amat, jadi bini ke dua gue mampus lo."

"Anjay, kedua gak tuh. Pertama siapa Ras?" Tanya Pram.
"Ayang lah, Flo." Jawaban Rasalas membuat teman-temannya tertawa. Pasalnya, setahu mereka Flora dari kelas IPA itu sangat sulit untuk di dekati, namun entah karena angin apa, beberapa bulan yang lalu Rasalas gamblang berujar akan mendekati Flora.

"Idih! Ngarep banget jadi cowok. Bayar dulu tuh kas lo, tiga minggu nunggak, gak malu banget."

Deep

Rasalas mengusap dadanya, "Permasalahan internal jangan di bawa-bawa ya."

"Internal-internal. Urusi dulu tuh ketek lo buluan!" Kesal, dan tak mau lagi berbicara dengan Rasalas, Ica langsung masuk kedalam kelas.

"Enak aja, gue rajin cukuran ya!"

"Ras! Ras! Flo tuh!" Bisik Jaya yang melihat Flora berjalan dari koridor kelas Ipa sambil membawa tumpukan buku. Melihat itu, Rasalas segera memakai seragamnya. Dan tanpa babibu lagi, lelaki itu menghampirinya.

"Anak cowok dikelas lo pada kemana? Masa buku paket banyak gini lo yang bawa. Sini gue bantuin."
Tanpa menunggu persetujuan Flora, Rasalas mengambil sebagian dari buku-buku ditangan Flora. Tidak sebagian, hampir semua, karena Rasalas hanya menyisakan dua buku ditangan Flora.

"Kok lo ambil semua?" Tanya Flora bingung.

"Gapapa, lo bawa itu ya? Berat soalnya." Jawab Rasalas yang membuat Flora terkekeh pelan.

"Padahal gue bisa sendiri."

"Kalo ada gue, lo enggak boleh bisa sendiri." Flora langsung menatap Rasalas dengan alis yang berkerut, "Kenapa?"

"Calon ibu dari anak-anak gue enggak boleh capek-capek, nanti--aduh!"

Sial memang Rasalas. Mulutnya terlalu manis, "Kok lo malah cubit gue?" Protesnya.

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang