Bab 19. Sebuah Rahasia

30 1 0
                                    

Hari itu memang hari paling menyakitkan untuk Flora, Rasalas benar-benar pergi untuk selama-lamanya tanpa kata pamit ataupun kata perpisahan. Seandainya jika ia memaksa Rasalas untuk tidak menjemput Jaya malam itu, atau memilih memberi saran agar Jaya pulang dengan ojek online mungkin Rasalas masih bersamanya hingga saat ini. Bunga maupun coklat yang Rasalas janjikan tak sampai di tangannya, bahkan jawaban yang Rasalas nantikan tak juga terjawab olehnya. Jika saja Flora diberi waktu untuk berbicara dengan Rasalas lagi, ia akan mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya untuk lelaki itu. Hadirnya memang tak banyak yang tahu, kisahnya menang hanya sekilan kenangan, namun semua itu sangat berarti untuk Flora.

"Flo."

Panggilan itu kembali menyadarkan Flora untuk kembali kedunianya, Daffa datang bersama Arsen menghampirinya. "Hm?"

"Jangan ngalamun, lo gak lupa kan ada yang pernah kesurupan." Ujar Daffa. Flora terkekeh mendengarnya.
"Siapa yang ngalamun?"

"Gue denger kasusnya Rasalas dibuka lagi." Ujar Arsen yang memang beberapa hari ini ada polisi yang keluar masuk sekolahan karena kasus itu.

"Iya, gue kemarin juga ketemu Iptu Nugroho. Gue bakal makasih banget kalau seumpamanya pelakunya benar-benar ketemu." Jawab Flora.

"Kalau pelakunya ketemu, lo mau apa lagi Flo?"

Pertanyaan Daffa membungkam Flora, sejauh ini ia hanya ingin pelakunya ditemukan tanpa tahu lagi apa yang akan ia lakukan setelahnya.

Arsen merangkul bahu Flora sambil berujar, "Ikhlasin dia, maafin pelakunya, mulai terima semuanya. Flo, lo gak bisa selamanya hidup dalam bayangan dia terus, lo harus bisa benar-benar lepas. Kalau yang lo mau pelakunya ketemu, itu artinya lo juga harus selesai dengan masalalu lo."

Flora bersidekap dada sambil menghela nafas panjang, "Gue gak yakin bisa maafin pelakunya Mas, 4 tahun bukan waktu yang singkat. Dia bisa ketawa bebas, sedangkan orang-orang yang ditinggal Rasalas?" Jawabnya.

"Flo, enggak mau tau seberapa kerasnya lo berusaha, kalau ego lo sendiri gak lo kenali semua bakal sia-sia." Ucapan Daffa membuat gadis itu tersenyum.

"Iya Mas, nanti biar gue lihat seberapa sesalnya dia sama perbuatannya. Emang pantas untuk dimaafkan atau enggak."

****
Raksa masih belum sadar dari komanya membuat Kalan khawatir. Perban masih melilit di kepala Raksa, namun kepala Kalan yang terasa akan pecah. Ia tau kabar jika kasusnya kembali di buka, dan kali ini ia tak akan kabur lagi, sudah cukup 4 tahun terakhir ini ia merasakan karmanya. Kalan siap, bahkan jika nanti tiba-tiba polisi menemukannya, atau malah ia yang harus menyerahkan diri kepada pihak berwajib?

Lelaki itu beralih menatap Raksa yang masih terpejam. Sesal merundungnya berkali-kali lipat, ia tak pernah bersikap baik pada adiknya sejak saat itu, atau bahkan sejak kedua orang tua mereka memutuskan berpisah saat Raksa masih berusia 10 tahun. Kalan sadar sikapnya kasar pada Raksa, tapi ia hanya tak mau Raksa menggantungkan hidupnya pada orang lain. Kalan ingin Raksa berdiri diatas kakinya sendiri namun ternyata Kalan salah.

Kini Raksa sudah dewasa, ia bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan menemukan kebenaran jika dirinya bersalah dimasa lalu pun Raksa bisa. Ia malu pada dirinya sendiri, ia sudah tak memiliki masa depan, bahkan ia malu berdiri di sini.
Pikiran Kalan benar-benar kacau, kemudian ia merampas ponsel diatas nakas.

"Do, jagain Raksa buat gue."

****

Mata Flora mematung saat menatap seseorang yang baru saja masuk kedalam cafe yang ia kunjungi hari ini. Seseorang itu begitu familiar, iya, Flora tak salah lelaki itu Jaya.

Mata mereka bertubrukan membuat Jaya langsung terlihat gugup dan kikuk, lelaki itu berusaha untuk tidak seolah melihat Flora, namun gadis itu memanggilnya.

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang