Bab 25. Titik terang

9 1 0
                                    

Sudah 2 hari Kalan tidak berada di rumah sakit menemani Raksa, padahal lelaki itu baru saja siuman dari komanya. Raksa juga tidak tau dimana dan bagaimana keadaan Kalan. Setelah percakapannya dengan Kalan tempo waktu lalu, dan Kalan memilih pergi ia tak pernah tau keadaan Kalan lagi.

Dan selama dua hari ini hanya Aldo yang menemani Raksa di sana. Bahkan lelaki itu juga membantu kebutuhan Raksa selayaknya seorang wali.

Kemarin juga, Flora datang bersama Arsen. Raksa tak tahu bagaimana mereka bisa tahu jika dirinya dirawat disana. Ia sempat kehilangan kata-kata karena malu, namun ia tetap bersikap seolah biasa saja.

"Lo gak pulang bang?"

Aldo juga tak banyak berbicara, bahkan ia tak membicarakan Kalan sama sekali. Tak hanya Kalan, Aldo juga berubah. Raksa mengenal Aldo sebagai sosok yang loyal dan hangat, namun kali ini lelaki itu banyak diamnya.

"Kalo gue pulang, lo sama siapa?" Jawab Aldo yang sama sekali tidak megalihkan pandangannya dari ponselnya.

"Bang Kalan nanti dateng."

Seketika hening, hanya suara dari ponsel Aldo yang menandakan ia kalah dari game yang ia mainkan. Lelaki itu lekas mengakhiri game di ponselnya dan beralih menatap Raksa.

"Sa, Kalan gak akan kesini."

Jantung Raksa berdetak kencang, seolah tau kemana arah pembicaraan mereka, lelaki itu tak lagi bertanya mengapa saudaranya tak datang, ia langsung mengalihkan pandangannya, tak mau menatap mata Aldo.

"Jadi, waktu itu yang terakhir ya?"

Aldo menatap iba Raksa yang terlihat sedih, sebenarnya ia juga tak mau berada di posisi ini. Menyayangkan keputusan Kalan juga salah besar, Kalan terbukti bersalah, dan lelaki itu harus mempertanggungjawabkannya. Namun di satu sisi, ia juga kasihan dengan Raksa, anak itu akan hidup sendirian. Orang tuanya tak akan perduli, bahkan ia tak akan tau apa yang akan terjadi jika ia juga meninggal Raksa sendirian.

"Buat lo, Kalan itu gimana?" Aldo tau pertanyaan itu terdengar bodoh, ia tahu persis sikap Kalan kepada Raksa.

Raksa tak lekas menjawab, lelaki itu menghela nafasnya berat. "Lo tau sendiri dia kaya apa bang, dan sikapnya sama kalo sama gue, kasar." Jawabnya, ada jeda pada ucapan Raksa membuat Aldo menunggunya dengan sabar.

"Tapi itu sejak 4 tahun lalu. Sebelum itu, dia kaya lo bang. Kalan itu sebenernya baik, sabar, gak pernah yang namanya bentak gue, sama sekali gak pernah bang, bahkan dia sering ngalah kalau kadang gue butuh banyak uang buat kegiatan sekolah."

"Gue gak tau apa yang mengubah dia jadi kaya gitu. Diantara temen-temen Kalan, kayanya cuma lo yang bener bang. Bang Dion, bang Riki, bang Yanuar, lo gak tau kan? Mereka pernah keroyok gue tanpa Kalan tau, dan gara-gara apa? Gue pinjem uangnya Kalan buat bayar SPP."

Tentu saja Aldo terkejut, ia juga tak pernah tau akan hal itu, teman-temannya tak pernah bilang. "Kapan? Kalan gak pernah cerita, mereka juga enggak Sa."

Raksa terkekeh, "udah lama bang, mungkin sekitar 3 bulan lalu. Uang kiriman nyokap itu uang gue, dan uang kiriman bokap itu uang Kalan. Tapi pas itu nyokap telat kirim, gak tau sih kenapa, gue cuma ambil 500 ribu buat SPP, itu pun kalau nyokap udah kirim juga bakal gue ganti."

"Gue udah dimarahin habis-habisan sama Kalan. Duit gue sisa dua ratus juga di ambil sama dia, untung gue masih punya cadangan buat seminggu kedepannya, mustahil gue minta bokap, gak akan di respon. Eh besoknya, gue pulang sekolah dicegat, katanya gue gak tahu diri."

Aldo terdiam. Ternyata Kalan sudah salah sejauh ini, mungkin jika tidak ada dirinya, Kalan akan lebih salah arah, selama di Geng Tigor, dirinya yang sering melarang Kalan melakukan ini-itu, ia bergabung dengan geng itu pun karena ia ingin merubah image kumpulannya menjadi lebih baik, namun tak ada yang sependapat dengannya.

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang