Bab 20. Dejavu itu sakit.

15 1 0
                                    

Sore itu Alora hanya bisa menghela nafas panjang mencoba menahan emosinya saat Nash yang datang dengan mendorong sepeda motor yang biasa digunakan kelompoknya untuk membeli beberapa barang keperluan saat KKN. Sebenarnya mereka punya dua kendaraan, motor milik Daffa dan mobil milik Arsen. Dan tentu saja, motor satu-satunya itu diserahkan oleh kelompok putri agar memudahkan mereka untuk membeli keperluan, sedangkan kelompok laki-laki lebih sering menggunakan mobil milik Arsen atau kadang lebih suka naik angkot untuk keperluan mereka.

Namun pagi tadi, Nash datang meminjam motor yang katanya untuk bertemu dengan kekasih barunya. Mau tak mau Alora dan teman-temannya mengizinkannya sebab ia pikir juga motor itu berhak atas siapapun di kelompok mereka.

"Nashrullah, masyaallah cah bagus. Itu kalo ketahuan Daffa mampus lo nanti." Oceh Alora saat tau begitu banyak baret di bagian body kiri motor matic itu. Iya, Nash jatuh dari motor.

"Kampret banget sih lo! Ini gue lecet gak lo perduliin?" Serka Nash.

"Salah siapa begajulan sampe jatuh kaya gitu, aduh abis deh nanti, Daffa ngomel pasti."

Nash mencibir menirukan ocehan Alora yang sibuk mengecek body motor Daffa, sedangkan dirinya? Yang lecet-lecet bahkan darah masih mengalir di sikunya tak di perdulikan?

Mendengar gaduh dari luar, Olive dan Flora sampai keluar dari dalam Kos. Olove sontak tertawa melihat kondisi Nash yang mengenaskan. Memang salah Nash juga ia seharusnya pulang ke kostnya saja daripada pulang disana.

"Salah emang gue pulang kesini." Cibir Nash sambil berjalan pincang menuju teras indekos.

Dengan tawanya yang belum juga reda, Olive menghampiri Nash dan memapah lelaki itu untuk duduk di kursi. Sedangkan Flora, gadis itu masih mematung di tempat.
"Lo habis nyungsep dimana Nash? Astaghfirullah, gak mau ketawa tapi lo kaya gembel gini."

"Nash! Nash, lo habis di putus terus galau, terus nyemplung ke parit apa gimana?" Ujar Olive.

"Diem lo semua, panggilin Saros deh. Mau pulang gue." Sahut Nash dengan sewot.

Olive terkekeh geli melihat Nash yang terlihat begitu sewot. "Biar kita obatin dulu tuh luka lo. Ntar gue telfonin Daffa aja." Sahut Alora sebelum berjalan masuk kedalam indekos untuk mengambil kotak P3K.

"Jangan Daffa cok! Ni motor biar gue bawa ke bengkel dulu, mampus gue nanti kalo sampai Daffa tau." Jawab Nash dengan frustasi.

"Daffa habis lulus sabuk hitam kan? Halah paling patah tulang dikit Nash."

Nash langsung melirik sinis Alora yang tengah menggulung lengan kemejanya dengan telaten, dan ia lama menjitak kepala Alora dengan tangan kanannya yang tidak terluka sampai gadis itu memekik.

"Sakit bego!"

"Agh!" Tak sengaja pula, dan secara spontan, Alora memukul bahu Nash yang juga lecet. Lelaki itu meringis lagi sambil meraba bahunya pelan.

"Janc- sakit sayang. Ini gue udah babak belur jangan di tambah lagi." Ujar Nash dengan muka yang benar-benar menahan sakit.

"Lo kenapa bisa jatuh sih ege!?" Tanya Olive.

"Tau, bego banget tadi yang sen kanan belok kiri. Mikir kek yang belakangnya, dia mah aman gak jadi gue tabrak, gue yang banting setir nabrak trotoar."

Olive meringis, "Gue juga pernah kek gitu. Emang makin makin sih."

"Lo kesurupan Flo? Diem diem bae." Ujar Nash saat menyadari keberadaan Flora yang masih terdiam di depan pintu.

"Nash-"

Suara Flora terdengar seperti tercekat. Tentu saja atensi mereka berubah menatap Flora seutuhnya. Olive yang merasa ada yang aneh dengan sahabatnya langsung menghampirinya. Flora terlihat begitu pucat, keringat dingin juga terlihat membasahi dahinya.

"Flo, lo oke?"

"O-oke, oke. Gue masuk bentar."

Mereka bertiga langsung saling pandang, Nash yang masih gelesoran di lantai menyerit heran dengan tingkah Flora. "Muka gue nyeremin apa?" Ujarnya.
"Baru sadar pak? Kemana aja?" Sahut Alora.

"Njir, gue serius."

Mereka hening sesaat, masih sama-sama bingung dengan sikap Flora yang seperti itu, namun tiba-tiba suara seseorang muncul yang langsung membuat Nash ingin menghilang saat itu juga.

"Motor gue lo apain Nash!?"

****

Tak ada yang tau trauma Flora kecuali Daffa. Sejak kejadian itu, Flora selalu ketakutan jika mendengar atau bahkan melihat kecelakaan. Jangankan kedua hal itu, nyata-nyata ia melihat body motor atau mobil yang sedikit remuk saja sudah membuatnya gemetar.

Di dalam kamar, terdengar isakan Flora dan suara pelan dari Daffa yang mencoba menenangkan gadis itu, di ruang tengah ada semua teman-temannya. Olive yang masih mengobati Nash hanya bisa diam sambil terus fokus.

"Gue gak tau kalo Flora se-dejavu itu." Ujar Saros.

"Yang gue pikir malah, sesakit apa lukanya sampai Flora masih kaya gini." Sahut Arsen.

"Gak ada yang tau Ar, cuma Daffa yang ngerti. Tau sendiri kita kenal deket juga gara-gara KKN." Sahut Alora.

Kemudian, Saros yang gemas melihat Nash malah mukul kepala lelaki itu dengan gemas. "Lo juga sih, kenapa gak pulang ke kosan kita. Malah ke sini." Omelnya.

"Gue mulangin motor, bagus-bagus besok mau gue bawa ke bengkel. Gue juga gak tau kalo Flora bakal kaya gini." Sahut Nash tidak terima.

"Udah-udah, gak ada yang salah. Bukan waktunya buat ribut." Lerai Arsen.

Didalam, Flora mati-matian menahan segalanya, begitupun Daffa yang juga mencoba membuat Flora tetap tenang agar  tak lagi terbayang dengan segalanya yang berkaitan dengan kejadian pada malam itu.

"Mau gue telfonin abang lo?"

Flora menggeleng sebagai jawaban, kemudian ia beralih menatap Daffa dengan mata sembabnya. "Gue gapapa, cuma kaget aja Nash dateng-dateng kaya gitu."

"Flo-"
"Mas."

Helaan nafas Flora terdengar begitu berat. Percuma juga ia berbohong pada Daffa yang jelas-jelas sudah tau segalanya tentang masa lalunya. "Iya, lo tau sendiri juga Mas. Gue ngerasa Dejavu tiap lihat kecelakaan, gue selalu takut, karena apa? Semua itu mengingatkan gue pada malam itu."

Daffa masih diam, "lo boleh bilang kalau gue lebay, tapi ingatan itu gak akan pernah hilang Mas."

"Bisa lo bayangin. Gue yang terakhir kali hubungan sama dia."
"Gue yang terakhir kali telfonan sama dia, semua masih baik-baik aja." Flora mengulas senyum palsu, matanya yang berkaca-kaca kembali menumpahkan air mata yang membuat Daffa reflek mengusapnya.

"Bahkan, pernah dia bilang bakal sembuh dari sakitnya buat gue Mas, tapi apa?"

"Dia malah pergi dengan cara lain."
Daffa langsung menarik Flora dalam dekapannya saat gadis itu kembali terisak hebat. Ia tepuk-tepuk punggungnya dengan pelan.

"Flo, Rasalas gak akan suka lo terus-terusan kaya gini. Dengan atau gak adanya kejadian itu, entah dia tau kita, semua bakal kembali. Entah ke berapa kali juga gue bilang gini sama lo, lo harus terima Flo."

"Gue yakin, anak baik kaya dia udah dapat tempat paling bagus di sana."

Nash benar-benar merasa bersalah disini. Ia dan teman-temannya mendengarkan semuanya dari diambang pintu. Lelaki itu langsung mundur tak jadi masuk untuk berniat berpamitan.

"Gue rasa, kita perlu bantu Flora."

____

Bersambung....

Wonogiri, 16 Desember 2023

12. Bumantara dengan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang