Seperti bunyi sebuah lonceng pertarungan Aysel bersiap dengan kuda-kudanya begitu pun dengan Sonya. Aksi saling menatap pun di mulai-
Mari kita mundur beberapa saat yang lalu.
Sudah menjadi rutinitas Islwyn dan Aysel kompak menjemput Kiel pulang sekolah dan di tengah perjalanan pulang Islwyn mengajak mereka untuk makan siang di luar, dan restoran terdekat pun menjadi tujuan.
Tanpa di sangka mereka bertemu dengan keluarga Kazakh di sana, dan seperti itulah bagaimana bisa kedua wanita itu bertemu.
"Heh! Tak ku sangka kita bertemu di sini!" Ujar Aysel dengan nada sinis. "Ku pikir kau tipe wanita yang akan sibuk dengan grup arisan ulala manja mu!"
Sonya menggeram kesal lalu balas berucap, "jangan bilang kau datang ke mari gara-gara merengek ingin merasakan bagaimana rasanya makan di restoran!"
"Soalnya kau terlihat kampungan!"
Sepertiga siku tercetak jelas di dahi Aysel sekarang, "haha benarkah? Aku terlihat kampungan?!"
"Ya, sangat jelas!"
Tatapan keduanya bagai ada aliran listrik, begitu tajam dan menakutkan.
Dan entah sejak kapan dua pria dewasa di sana serta tiga bocah laki-laki itu duduk bersantai berlagak layaknya penonton, yang siap untuk menyaksikan adegan seru pergulatan antara dua wanita di sana.
"Aku bertaruh Aysel yang akan menang!" Celetuk Islwyn.
Kiel mengangguk setuju, "betul! Mama Kiel gak akan kalah, Mama ayo semangat Kiel mendukung Mama!!"
Kazakh berdecih, "Sonya yang akan menang. Dan jika istri ku yang menang kau harus membayar makan siang kami sebagai bayaran karena kalah!"
"Oke!" Islwyn menerima tantangan itu dengan mudah.
Agister pun tak ingin kalah, "Mommy ku tak akan kalah!! Mommy pasti menang, iya kan Alister?"
Alister menoleh, "tapi aku mendukung mereka berdua hehe!"
"Tidak!!" Kiel dan Agister berseru kompak.
"Kau harus memilih Mommy!" Ujar Agister menggebu.
Kiel menggeleng, "kalau kau memilih Mama, roti cream coklat akan berada di tangan mu!"
Curang!
Alister terdiam sambil membayangkan roti cream coklat yang meleleh di mulutnya.
Kembali pada Sonya dan Aysel-
"Lihat wajah mu itu, bedak mu terlalu tebal. Sini biar ku gosok dengan kanebo supaya wajah mu terlihat lebih manusiawi!" Ucap Aysel di akhiri tawa mengejek.
Tak terima Sonya maju selangkah, "bau apa ini? Ughh bau orang kampungan sangat menyengat!" Dia mengibas-ngibaskan tangannya sambil terus mengendus Aysel.
"Ya! Kau tidak tau? Parfum yang ku gunakan sangat mahal, ini wangi vanilla yang bisa memikat siapa saja. Berani sekali kau menghina Parfum yang di belikan anak ku sebagai hadiah ulang tahun!" Aysel mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
"Heh, kau pasti iri ya kan?"
"Cih? Aku iri? Untuk apa aku iri."
Aysel tertawa sumbang, "yakin dek?"
Tangan Sonya mengepal dan karena terlalu kesal dia menarik rambut Aysel hingga kepala Aysel miring. "Rasakan ini!"
Tak tinggal diam Aysel pun melakukan hal yang sama namun lebih brutal. Keduanya saling adu jambak dan tarik, mereka berputar dengan saling melempar umpatan. Tak mempedulikan aksi mereka menjadi tontonan gratis, para pelayan di sana tak memiliki keberanian untuk melerai ataupun mendekat.
Karena adanya dua orang berpengaruh di sana, Islwyn dan Kazakh.
Meskipun jika adanya kerusakan seperti pecahnya piring dan gelas dengan hanya tinggal menjentikkan jari kerugian pasti dilunasi dengan mudah.
Jadi, tak perlu khawatir.
***
Meja bundar itu kini penuh dengan banyaknya makanan, dari mulai makanan pembuka, penutup hingga berat semua tersedia lengkap!
Islwyn tersenyum bangga pada Aysel yang memenangkan pertarungan, meskipun harus rela rambutnya kusut dan pakaiannya berantakan.
Anak-anak makan dengan lahap, mereka makan hingga perut kembung.
"Hei kau," panggil Aysel pada Sonya.
Selesai makan keduanya pamit pergi ke toilet untuk merapikan diri. "Jadilah ibu yang baik bagi anak-anak mu, jangan mementingkan ego hanya karena alasan masa depan."
Sonya menatap Aysel dengan raut bingung, "tidak perlu sok menasehati!"
"Kau-" Aysel menghela napas kasar, "berikan si kembar kelonggaran untuk menentukan kesukaan mereka. Mereka masih dalam tahap pertumbuhan, sesekali biarkan mereka memiliki waktu bermain. Bukannya aku sok tau atau sok menasehati tapi Sonya, terlalu menekan anak-anak itu tidak baik bagi mental mereka."
Suara air dari keran yang menyala menjadi orang ke tiga dalam obrolan mereka.
"Kau tau si kembar dengan pasti karena mereka anak mu, Agister dan Alister... mereka jelas berbeda."
"Aku hanya tidak mau mereka memiliki masa depan yang tak terjamin-"
"Dengan cara menekan mereka?" Sela Aysel, "memberi mereka banyak les dalam satu hari dan tak membiarkan mereka memiliki waktu bermain atau sekedar bersenang-senang layaknya anak sebaya mereka? Kau sebut itu mendidik?"
"Mereka anak-anak ku, aku yang paling tau tentang mereka, kau tak punya hak untuk mengomentari bagaimana pola didik ku!"
Kesal semakin menjadi, "hei bodoh!"
"Apa? Bodoh?"
"Dengar ini baik-baik-" Aysel mengangkat telunjuknya, "karena kau adalah ibunya seharusnya kau juga tau mereka tertekan dengan pola didik mu yang terlalu menekan masa kanak-kanak yang seharusnya secerah matahari menjadi hujan badai! Mereka hanya bertahan, bertahan demi ibunya agar tak kecewa. Mati-matian mereka menenggelamkan keinginan mereka untuk sedikit bernapas bebas, demi siapa? Demi ibunya, demi kau!! Mereka tak ingin membuat mu kecewa dan marah bahkan sampai menghukum mereka!"
"Buang masa lalu mu, pendidikan yang kau terima jangan kau terapkan pada anak-anak mu. Kau merasakan bagaimana tersiksanya hidup dengan tekanan itu, harusnya kau tau dan tak melakukannya pada anak-anak mu Sonya!!" Suara Aysel menggema, seperti sebuah tamparan keras bagi Sonya, sedari tadi dia hanya diam.
Tak mampu membalas karena nyatanya itu sebuah fakta yang tak dapat di sanggah.
"Jangan sampai kau membunuh apa yang menjadi kesenangan anak-anak mu. Kau tak pernah tau hal gila apa yang akan mereka lakukan jika mereka sudah terlanjur lelah!"
Deg!
Sonya membeku-
"Tak ada salahnya memperbaiki diri mulai dari sekarang, sebelum semuanya terlambat. Jika itu sampai terjadi kau hanya akan tenggelam dalam rasa penyesalan seumur hidup!"
Aysel melewati Sonya begitu saja menghilang dan pergi. Sonya termangu, dia menoleh ke samping menatap pantulan bayangan dirinya di cermin.
Padahal dia sudah di beri kehidupan kedua dengan hidup sebagai Sonya, tetapi mengapa dengan mudahnya dia melupakan itu semua dan menyiksa anak-anaknya. Masa lalunya yang kelam dengan penuh tekanan dari orang tua seharusnya tak dia lakukan juga pada si kembar.
Ingatan-ingatan di mana saat dia menyiksa dan menekan kedua putranya terputar. Begitu jahat dan kejam apalagi pada Alister, bagaimana jika anak itu suatu saat menyerah dan-
"Tidak!"
Benar kata Aysel, semuanya belum terlambat untuk memperbaiki.
"Maafkan Mommy Agister, Alister, maafkan Mommy."
Tanpa di sangka di luar masih ada Aysel, berdiri bersandar sambil tersenyum kecil. "Tugas ku selesai bukan?" Ucapnya seraya menatap sosok di depannya.
"Ya, berkat mu aku bisa memperbaiki retakan itu."
Tbc.
Aysel dengan ceramah no jutsu nya😎
![](https://img.wattpad.com/cover/319787946-288-k881185.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way to Protect the Lovable Son
Romance[COMPLETED] Menjadi ibu dari tokoh antagonis di masa depan? Awalnya Diandra tidak tau bahwa ia masuk ke dalam novel dan menjadi ibu dari tokoh antagonis. Karena nama Aysel tak pernah tertulis bahkan dia hanya di gambarkan sebagai sosok ibu kejam yan...