15

84.7K 9.4K 331
                                    

"Mama."

"Mama, Papa Kiel itu paman Win-Win ya Ma?"

Kepalanya menoleh spontan, ia tau ini akan cepat terjadi. Islwyn bukan orang yang penyabar pasti pria itu sudah menceritakan semuanya pada Kiel.

"Kiel tau dari Paman Win-Win?"

"Iya, katanya Kiel itu anak paman Win-Win tapi... kenapa paman baru sekarang nemuin kita?" Pertanyaan polos dari putra kecilnya membuat Aysel merasa sangat bersalah.

"Sini Kiel duduk dulu," ucap Aysel sambil menepuk pahanya.

Kiel menurut dan duduk di pangkuan Aysel dengan menyamping.

"Iya, paman Win-Win itu Papa Kiel!"

Kepalanya mendongak berusaha mencari kebohongan di mata sang Mama. "Tapi, kenapa...?"

"Kiel boleh kok marah ataupun kecewa tapi kenapa Mama gak cerita juga baru sekarang Papa dateng karena ada alasannya. Untuk sekarang Mama gak bisa cerita sama kamu sayang..." tangan Aysel dengan lembut mengelus kepala sang anak.

"Kenapa? Apa karena Kiel masih kecil dan belum ngerti masalah orang dewasa?" Tanya Kiel.

Aysel tersenyum, "iya. Kalo Kiel udah besar tanpa Mama cerita pasti kamu mengerti." Aysel memeluk Kiel, "Mama minta maaf sama kamu ya sayang."

Kecupan kupu-kupu yang hinggap di wajahnya membuat Kiel terkikik geli "Kiel nggak marah kok... jadi Kiel boleh manggil paman Win-Win Papa dong?"

"Boleh kok."

"Yey!! Kiel punya Mama sama Papa!"

Ah, ternyata se-sederhana itu kebahagiaan Kiel.

Aysel sedikit mendongak melihat Islwyn yang tengah bersandar di pintu apartemen mereka sambil bersidekap. Entah sejak kapan pria itu sudah ada di sana, bahkan tanpa rasa malu masuk seenaknya setelah tau nomor pin apartemen miliknya.

Dasar-

"Apa kalian akan terus berpelukan seperti itu dan mengabaikan ku di sini?"

Kiel melepas pelukannya dan menengok ke arah Islwyn berdiri. Lalu karena malu Kiel kembali bersembunyi, "Mama Kiel malu~!"

Islwyn mendekat dan duduk di depan keduanya, "nggak mau peluk Papa?" Ucap Islwyn canggung.

Aysel berbisik pada Kiel "sana, peluk Papa."

Tak lama Kiel pun turun dan berlari ke arah Islwyn yang cepat menangkap anaknya dan membawanya ke dalam pelukan. Desir hangat serta perasaan asing Islwyn rasakan, rasanya hatinya lega tak terkira.

Melihat pemandangan di depannya membuat Aysel sedikit merasa bersalah pernah sempat berpikir tak akan mempertemukan mereka.

***

Sampai malam tiba Islwyn enggan untuk pergi dari apartemen Aysel. Seharian ini ayah dan anak itu habiskan berdua, bermain, tidur, main lagi, dan tidur lagi. Begitu saja terus, meski Aysel merasa sedikit tersingkir itu tak masalah baginya.

Jam menunjukkan pukul 10 malam dan Aysel masih belum tertidur. Ia baru saja kembali dari kamar putranya yang sedang tertidur pulas bersama Islwyn.

Menyeduh teh hangat dan duduk di meja makan sambil diam melamun.

Dreekk!

Kursi di depan Aysel di tarik dan duduk lah Islwyn di sana, "kenapa belum tidur?"

Aysel menyeruput teh nya, "belum mengantuk."

Hening.

Diam-diam Aysel memerhatikan Islwyn yang tampak ingin berbicara namun ragu, "ingin ku buatkan kopi?"

"Boleh?"

Aysel mengangguk dan beranjak dari duduknya, pergi ke dapur untuk membuatkan kopi.

Tak!

"Terima kasih," ucap Islwyn sesaat Aysel meletakkan kopi di depannya.

"Hm."

Jari tangan Aysel di ketukan beberapa kali "katakan lah apa yang ingin kau bicarakan pada ku!"

"Huh?"

Islwyn mati kutu, baru kali ini dia segugup ini. Dia menarik napas panjang "sebelumnya aku ingin meminta maaf pada mu untuk kejadian 6 tahun yang lalu,"

"dan terima kasih telah membesarkan anak kita sendirian!"

Entah bagian mana yang lucu Aysel terkekeh kecil, "aku tidak tau jika seorang Islwyn akan menurunkan egonya untuk meminta maaf dan berterima kasih pada ku. Sepertinya pria yang ada di depan ku ini bukan Islwyn yang selalu di beritakan."

Islwyn mendengkus "kau mengejek ku?"

"Ti~dak tuh,"

tapi lucu juga melihat wajah nya begitu!

"Aysel!"

"Hm?"

Ekspresi Islwyn berubah serius "ayo kita menikah!"

Tbc.

The Way to Protect the Lovable SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang