26

29 1 0
                                    

HHHAAAAAIIIII!!!!

SELAMAT TAHUN BARUUUUU!!!

ya ampuuun, udah lama nggak interaksi sama kalian huhuhuhu TT

makasih buat yang udah sabar menunggu biru update lagi yaaaa

kali ini, di awal tahun 2023 ini aku kasih sedikit hadiah buat pembaca biru

soooo, lets enjoy with this bab ^^

--------------------------------------------------------

Perkataan Tia membuat Biru dan Laut terkejut. Pasalnya Tia tidak ada membahas itu pada Laut tadi dan sekarang tiba-tiba saja Tia menyatakan akan pergi. Kalau Biru, rasa kagetnya bercampur bingung sekarang. Ia kaget ternyata Tia mau pergi, kemana dan kenapa? Biru bingung apa maksud kata 'diselesaikan'.

"Apaan sih Ti, kok tiba-tiba banget ngasih kabar mau pergi. Pergi kemana? Kenapa?" itu Biru yang bicara.

"Kita selesain masalah kita dulu, baru bicara soal gue," Tia seakan tidak memberi kesempatan pada Biru dan Laut kemana dia akan pergi. Tapi tenang, Tia memang tidak berusaha untuk pergi dengan sembunyi-sembunyi. Nanti, setelah ini selesai, ia pasti akan mengatakannya.

"Masalah apa sih Ti, La?" Biru mengatakan itu sambil memandang kedua teman perempuannya. Entah Biru memang tidak tahu atau sedang menghindari topik sensitif ini.

"Masalah perasaan kita bertiga," kata Tia tegas. Rasanya kebas sekali saat ia mengatakan hal itu langsung.

Menarik napas panjang dan dalam, Tia melanjutkan perkataannya. "Sebenarnya perasaan ini bukanlah sebuah masalah, bukan sebuah kesalahan sampai disebut-sebut sebagai masalah. Tapi keadaan yang membuat perasaan sederhana kita jadi serumit ini. Lalu kenapa kita harus menuruti keadaan, di saat kita sebenarnya bisa memilih untuk meluruskannya sedari awal?"

Laut masih diam di bangkunya, sedangkan Biru baru saja mendapat pencerahan apa yang menjadi permasalahan mereka kali ini. Ternyata permasalahan yang memang dia hindari selama ini. Sepertinya tidak hanya Biru, tapi kedua temannya ini juga sama. Topik ini memang sangat sensitif untuk dibahas dan sepertinya tidak bisa untuk terus ditutup-tutupi tanpa penyelesaian.

"Please, ayok kita jujur sama perasaan kita masing-masing," tia sudah berada di tahap keputusasaan sekarang. Bukan putus asa karena ia tidak akan mendapatkan Biru menjadi kekasihnya. Untuk saat ini, bukan itu prioritas Tia, walaupun tidak dimungkiri bahwa Tia masih mengharapkan hal itu dapat terjadi padanya.

Laut yang sedari tadi diam di bangkunya, akhirnya berbicara. Seperti kata Tia, mari jujur dengan perasaan masing-masing. Maka itulah yang Laut lakukan. Tia tidak terkejut, tapi sudah pasti Biru terkejut dengan kejujuran yang Laut bicarakan.

"Lo bener, Ti. Gue suka sama Biru,"

***

Biru paham apa yang sedang menjadi pembahasan kali ini, tapi ia tidak menduga kalau ia akan mendengar pengakuan itu dari orangnya langsung dan Biru sama sekali tidak bisa bereaksi. Ia bingung harus bagaimana menanggapi pengakuan Laut.

Setelah pengakuannya tadi, Laut melanjutkan ucapannya. Laut mengaku suka pada Biru, tapi tidak sedetikpun Laut menatap Biru. "Tapi Ti, bukan berarti lo harus menyerah dengan perasaan lo,"

"Gue nggak pernah menyerah dengan perasaan gue La. Lo tanya aja sama Biru. Gue bahkan membuat lo jadi bahan taruhan sama Biru. Itu salah satu cara gue biar gue bisa dapetin Biru." Tia menjelaskan itu sambil menunduk. Ia tidak malu karena sudah jujur berbuat curang pada teman dekatnya. Tapi ia malu karena sudah menjadikan teman baiknya sebagai bahan taruhan. Seakan, apapun akan Tia lakukan asal bisa mendapatkan Biru. Padahal pertemanan ini, persahabatan ini lebih penting dari apapun.

BIRU (Langit & Laut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang