20

42 1 0
                                    

Haaaiii Biru update lagi nih. Maaf ya belakangan ini lagi jarang banget update, karena di rl lagi hectic-hecticnya.........

Sooooo lets reading!!!

--------------------------

Gerimis menemani langkah Laut keluar dari ruang pengadilan menuju tempat parkir dimana mobil Ayahnya diparkir di sana. Setelah beberapa bulan---atau mungkin beberapa tahun bagi orang tuanya---yang mencekam, hari ini adalah akhir. Akhir bagi hubungan kedua orang tuanya. Laut tidak bisa menganggap bahwa ini adalah akhir yang bahagia, pun ia juga tidak bisa menganggapnya akhir yang sedih. Mungkin saja interpresinya beda bagi orang-orang yang terlibat.

Di pengadilan tadi juga ada tuntutan mengenai hak asuh anak. Untung saja Laut dan El sudah cukup dewasa, jadi mereka sudah tidak wajib untuk memilih, haruskah ikut Ayah atau Mama. Karena keduanya sepakat, mereka tidak akan ikut siapapun. Mereka akan tinggal berdua di rumah yang memang sudah dari kecil mereka tinggali. Rumah yang menyimpan banyak gula dan garam.

Laut tidak sendiri, dia bersama dengan El. Sengaja ingin hadir di persidangan terakhir kedua orang tuanya, agar mereka dapat menyimpan ini rapat-rapat di hati dan otak mereka. Agar mereka bisa menjadikan hari ini sebagai pembelajaran. Agar kelak, dikehidupan mereka mendatang, kejadian ini tidak akan terjadi pada keduanya.

"Habis ini Mama mau ngajak kita makan berempat katanya." kata lelaki yang berjalan di samping Laut itu.

"Iya, gue udah liat grup kok."

Mereka juga sepakat untuk tidak menghapus ruang obrolan grup yang ada di aplikasi chat berwarna hijau itu. Biarpun hubungan kedua orang tuanya sudah kandas, bukan lagi suami dan istri, putus silaturahmi jangan sampai terjadi. Dan Laut sedang berusaha untuk menerima keadaan keluarganya yang memang sudah tidak utuh lagi. Laut hanya berpikir untuk mensyukuri segala sesuatu yang terjadi padanya belakangan ini.

"Hari ini kita makan siang di Tebet ya." kata wanita yang kerap kali dipanggil Mama oleh Laut dan El.

Soto Kudus yang dimaksud adalah yang ada di jalan Blok M, Tebet. Tempat ini sudah terkenal sekali di kawasan Tebet. Tempatnya yang bersih dan nyaman merupakan salah satu faktor kenapa tempat ini menjadi tempat favorite keluarga Laut. Walaupun harganya terbilang cukup mahal untuk satu porsinya, tapi cita rasa yang disajikan, Laut rasa sesuai dengan harga yang ditawarkan.

Mereka siap untuk berangkat ke sana. Mungkin makan siang hari ini adalah makan siang terakhir mereka bersama. Bukan tidak mungkin di kemudian hari mereka akan makan bersama lagi, tapi Laut tidak mau berharap untuk saat ini.

***

"Gimana festival kamu kemarin, La?" tanya lelaki yang sudah habis 2 mangkuk soto dihadapannya. Lelaki itu kerap kali dipanggil Ayah oleh Laut dan El.

"Festival?"

"Eeeh, apa itu namanya Ayah lupa, hehe." kata Cakra sembari menyeruput kuah sotonya.

Ini sudah mangkuk ketiga yang dihabiskan Cakra. Ternyata Ayahnya tidak pernah berubah, porsi makannya masih banyak seperti biasa. Yang berubah hanyalah suasana makan bersama yang tidak lagi sama. Tidak seperti dulu, tidak sehangat dan senyaman dulu.

Ayah dan Mamanya duduk terpisah. Jani duduk di samping Laut, Cakra duduk di samping El. Jelas Laut tahu kenapa, karena hari ini adalah hari resmi mereka berpisah. yg tadinya berdampingan, sekarang harus jalan di jalurnya masing-masing.

"Milad, Ayah. Lancar kok, tenang aja anak Ayah sama Mama udah jadi artis sekarang. Fans aku gitu-gitu udah lumayan banyak lhoo."

"Mama punya kaca, nggak?"

"Ada El, kenapa?" kata Jani sambil mengambil tas dan merogoh isinya untuk mencari sebuah cermin.

"Itu tolong kasih Kak Laut, biar dia ngaca."

Laut yang tidak terima dengan ejekan El mengambil tisu bekas dia makan tadi dan melemparkannya ke El.

"Laut...! Nggak sopan kayak gitu ya." kata Ayahnya sambil memungut tisu yang jatuh di bawah meja dan menaruhnya di tumpukan mangkuk kotor bekasnya makan.

Laut dan El masih asik mendebatkan banyak hal---karena tentu, hanya tinggal mereka pencair suasana di keluarga ini. Untung saja El paham dan ikut membantunya.

Ditengah perdebatan mereka berdua, tidak sengaja mata Laut melihat sosok yang ia kenal. Setelah otaknya menangkap siapa orang yang ia kenal itu, buru-buru ia palingkan muka agar orang itu tidak melihatnya.

Tapi Laut lupa, bukan hanya dirinya yang mengenal orang itu, tapi laki-laki yang duduk dihadapannya ini lebih kenal baik pada sosok ini.

"BANG BIRU!!!" kata El memanggil sosok itu dengan lantang seakan sosok itu memang sudah direncanakan akan makan bersama mereka di meja ini.

Tentu saja, semua perhatian langsung teralih pada sosok Biru, kecuali Laut yang masih berusaha menghindari tatapan Biru entah kenapa.

***

Biru ikut duduk di meja ini. Ia habis dari toko buku yang ada di daerah Tebet. Padahal di daerah rumahnya juga ada toko buku dan mungkin buku yang dicarinya ada di sana. Tapi karena Biru bosan ke toko buku itu terus kalau sedang mencari buku, jadi ia mencari toko buku lain yang tidak kalah bagus dari toko buku di daerah rumahnya. Dan ya, Biru mendapatkan buku yang dimaunya.

Biru tidak sadar bahwa semua mata tertuju padanya seakan ia adalah sosok langka yang patut mereka perhatikan dengan betul agar mereka tidak menyesal nantinya setelah hal langka itu pergi. Yaps! Hal itu ditujukan untuk kedua orang tua Laut. Mereka benar-benar menaruh perhatian penuh pada Biru.

Kecuali Laut yang berusaha menghindari bertemu mata dengan Biru dan El yang biasa-biasa saja melihat Biru ada di meja ini. Kalau El sih rasa-rasanya, kayak Biru adalah kakak atau abang kandungnya ketimbang Laut yang faktanya adalah 'kakak kandung' beneran.

"Temen jurusannya Laut?" akhirnya Jani yang membuka obrolan duluan.

Biru menjawab sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entahlah, Biru hanya merasa aneh berada di situasi seperti ini. Beda lagi kalau misalkan Biru memang sengaja ingin bertemu dengan kedua orang tua Laut, sudah pasti Biru punya persiapan. Tapi kalau sekarang, ngedadak kayak gini yang bisa Biru lakukan hanya menunjukkan versi terbaik dari yang ia punya.

"Nggak sejurusan Tante, tapi satu klub."

Ealaaaah, kenapa Biru harus sampai bilang kalau ia dan Laut satu klub. Sudahlah, Mamanya yang cerewet habis ini akan membantai Laut habis-habisan mengenai Biru.

"Oalaaah, anak klub musik juga. Gimana Laut di sana?" kali ini Ayahnya yang bersuara. Sepertinya sudah tidak tahan untuk ikutan mewawancarai Biru.

"Keren laut oom, Laut itu kayak penerus salah satu alumni klub musik yang bisa main biola juga. Karena baru Laut dan dia aja yang bisa main biola."

Laut melanjutkan saja makannya walau ia sudah tidak terlalu berselera.

"Ma, Yah, udah sih. Aku tuh ngajak Bang Biru duduk disini biar ikut makan bareng kita, bukan malah di wawancarain kayak gini."

Cakra memasang ekspresi mengejek dan berkata, "Takut Ayah tanyain soal kamu sama Bang Biru ya?"

Yah, ketangkep basah deh.

Jani melanjutkan makannya, "Udah pesen makan belum kamu Biru? Kalau belum biar Tante pesenin."

"Udah kok Tan, nggak usah repot-repot. Itu mungkin makanan saya." kata lelaki yang memakai kaos warna senada dengan namanya itu setelah melihat ada salah satu pelayan yang menuju ke arahnya.

"Daritadi Laut diem aja." kata Ayahnya yang walaupun Laut tidak melihat ekspresi Cakra, tapi Laut tahu, Ayahnya itu sedang menggodanya.

"Laper." balas Laut dengan cuek.

"Salting kali ah." perkataan itu mampu membuat Laut tersedak makanannya sendiri. Bukan karena Mama atau Ayahnya yang bilang kayak gitu, tapi El. Tahu apa memangnya si El ini?

Kenapa juga Laut harus menghindar dari Biru, kan keliatannya jadi kayak salting beneran.

Untuk membalas omongan ngacok adiknya itu, Laut menginjak kaki El. Melihat pertengkaran kakak-beradik itu membuat kedua orang tua Laut dan Biru tersenyum dengan teduh.

BIRU (Langit & Laut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang