25

14.6K 454 17
                                    

Benar kata pepatah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benar kata pepatah. Penyesalan itu selalu datang diakhir. Semua orang pasti pernah merasakan perasaan yang satu ini. Merasakan perasaan yang ingin kembali pada masa lalu namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur.

Zevan terdiam dikoridor rumah sakit dengan tatapan kosong. Perasaannya bercampur aduk. Rasa sakit hati karena penyesalan luar biasa ini. Apa yang dibeberkan oleh Elea berhasil membuat hatinya hancur berkeping-keping.

Pakaian yang ternodai oleh darah Zarin masih enggan Zevan lepaskan dari tubuhnya. Rambut yang acak-acakan tidak beraturan, karena beberapa kali Zevan meremas rambutnya sendiri. Penampilannya benar-benar sangat berantakan.

Matanya sayu dan memerah juga sedikit sembab karena menangisi Zarin. Sekali dalam hidupnya ia menangis karena perempuan. Zevan tidak pernah melakukannya, Hanya kepada Zarin. Sudut bibir yang membiru, juga dibawah mata dan pipinya terdapat luka lebam. Ini hasil dari pertarungannnya bersama Arka.

Arka. Bagaimana kabar lelaki brengs*k itu. Zevan bahkan tidak peduli bagaimana kabar Arka. Siwajah manis nan imut namun ternyata memanipulasi semua orang. Ah, Sungguh Zevan belum puas memberikan pelajaran pada lelaki itu. Ia ingin sekali lagi memberi pelajaran kalo bisa sampai lelaki itu tidak bernafas lagi.

Zevan menautkan jari jemarinya. Ia tidak bisa berbuat apapun. Diseberang kursi tunggu, ada Hana yang sedang menangis dalam pelukan Elea. Disana juga ada Alden, Delon dan Gerry. Wajah mereka tak luput dari luka lebam karena bertarung dengan anak buah Arka. Kini mereka ikut menunggu hasil pemeriksaan Dokter pada Zarin.

Alden memandang Zevan nanar. Sungguh ia tahu bagaimana perasaan Zevan sekarang. Terlihat dari tatapan lelaki itu yang menyiratkan banyak kesakitan disana. Raganya terlihat tenang, namun didalamnya berisik. Gaduh. Ricuh. Menyedihkan.

Evan, Paman sekaligus Dokter yang menangani Zarin keluar dari ruangan. Sontak orang-orang disana berdiri ingin tahu bagaimana keadaan gadis itu.

"Keadaan Zarin menurun drastis ditambah rasa syok yang membuatnya semakin drop. Tubuhnya beberapa kali mengalami kejang, kita harus segera melakukan tindakan." Jelas Evan,

"Lakukan Evan, apapun resikonya. Aku percayakan padamu, agar Zarin bisa sembuh kembali." Hana memegang tangan Evan dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

"Jangan berharap padaku, Kak. Berdoa pada Tuhan," Evan memeluk Kakaknya, Hana erat. Ia tau apa yang dirasakan Hana saat ini.

Zevan tertunduk lesu. Ia berharap Zarin akan baik-baik saja. Ia belum sempat meminta maaf pada gadis itu. Ia belum sempat mencurahkan rindu ini. Ia masih ingin mencintai gadis itu. Ia masih ingin Zarin selamanya.

Zevan menghampiri Hana yang terisak, terduduk lemah diatas kursi. Ia bersimpuh tepat dihadapan wanita paruh baya itu. Kepalanya tertunduk lesu. Ditatapnya kedua sepatu yang digunakan Hana.

"Tante, maafin Zevan," Lirihnya tak berani menatap Hana.

"Maafin Zevan karena sudah gagal menjaga Zarin," Zevan semakin tertunduk.

LEORA ZARIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang