47

9.9K 413 9
                                    

Haaaiiii?

Masih ada yang nungguin cerita ini up?

kayaknya gak ada deng 😬

Jadiii mau sampai End atau udah aja nih sampe sini???

Diruangan bernuansa putih berbau khas obat-obatan, seorang wanita muda tak pernah melepaskan genggaman tangannya pada priayang kini terbaring lemah diatas brankar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diruangan bernuansa putih berbau khas obat-obatan, seorang wanita muda tak pernah melepaskan genggaman tangannya pada priayang kini terbaring lemah diatas brankar. Suara yang dihasilkan electrodiagram memenuhi ruangan, memecah keheningan namun tidak membangunkan wanita muda itu yang terlelap kelelahan menangis.

Dewi dan Zea sudah tertidur disofa yang tersedia disana. William, Papa Zevan, sedang mengurusi terkait kasus penusukan yang dialami oleh anaknya dengan tim kepolisian.


Teman-teman Zevan sudah pulang setengah jam yang lalu. Tidak lupa Hana, Bunda Zarin, yang diantar pulang oleh Elea terlebih dahulu. Hana mendapat telepon dari Elea kalau putrinya mengalami kasus yang sama seperti tujuh tahun yang lalu. Cemas khawatir Hana rasakan, takut jika terjadi yang tidak diharapkan pada putri semata wayangnya.

Gelap malam sudah hampir tergantikan oleh mentari pagi. Sudah semalaman Zarin berada diposisinya tanpa mau diganggu. Matanya yang membengkak akibat menangis tiada henti mengerjap perlahan. Kepalanya terasa berat dan pusing. Zarin menegakkan tubuhnya perlahan. Netra nya langsung menatap kedua mata pria yang masih senantiasa terpejam.

Hatinya kembali berdenyut sakit, matanya kembali berkaca-kaca menyadari jika Zevan masih belum sadarkan diri seusai kritis yang dilaluinya.

"Ayas...."Lirih Zarin mengusap punggung tangan Zevan lembut.

Tangisnya kembali pecah, harapannya saat ia bangun ingin melihat senyuman Zevan musnah. Kejadian kemarin selalu terulang dalam pikiran Zarin. Bagaimana ia melihat Zevan kesakitan memegangi perutnya, Namun pria itu tetap memikirkan Zarin padahal keadaannya jauh lebih buruk.

Dewi terbangun saat mendengar isak tangis yang sudah ia yakini berasal dari wanita yang kini menunduk dengan bahu gemetar. Genggaman pada tangan Zevan yang dingin semakin mengerat.

"Zarin?" Dewi melangkah mendekati ranjang rumah sakit. Tidak dapat dipungkiri bahwa ia pun merasa sakit saat melihat keadaan putra sulungnya terbaring lemah seperti itu

Zarin mendongak, membiarkan air mata mengaliri pipinya deras. Ditatapnya sendu seorang wanita paruh baya disampingnya. Dewi yang melihat tatapan menyakitkan dari Zarin mulai yerbawa suasana, bulir bening mulai membasahi pipinya.

LEORA ZARIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang