2.4

121 10 4
                                    

Nafas Perth terlihat memburu dengan peluh yang sudah membanjiri tubuhnya. Ia tengah berlatih dengan samsak yang terus ia tinju dan sesekali menendangnya. Sedangkan tak jauh dari Perth, ada Meen yang bersender pada jendela menatap tenang aktifitas Perth. Sampai sekarang pun, pria tinggi itu tidak tahu kenapa bisa ia menyukai Perth.

Tidak lama setelahnya, Perth berhenti melepas sarung tangan dan berjalan menuju Meen yang tetap menatap Perth dalam diam hingga tubuh Perth ikut bersender disamping Meen.

"Mau bertarung denganku?", tawar Meen. Perth menoleh hingga dua pasang mata itu saling tatap.

Perth menghela nafas kecil dan kembali berjalan mengambil sarung tangan dan melemparkannya pada Meen.

"Kali ini, jangan hanya menghindar", ucap Perth bersiap.

"Tiga kali, kau bisa memukulku dimanapun. Jangan hanya fokus untuk melayangkan tinjumu tapi baca gerakan lawanmu",

Perth mengangguk, kakinya mendekat dan mulai untuk menyerang Meen terlihat gesit menghindar dari pukulan Perth.

Perth terus mencoba meraih tubuh Meen. Melayangkan tinjunya beberapa kali namun pria itu terlalu cepat menangkis dan menghindar. Hingga satu kali Meen mencoba menyerang, Perth dengan mata jelinya langsung bisa menghindar lalu kepalam tangannya bergerak cepat meninju area perut Meen.

Meen tersenyum kecil merasakan pukulan Perth yang sudah lumayan kuat.

Melihat Perth mendekat tanpa perlawanan, Meen langsung menyerang Perth yang terkejut, namun masih sempat menghindar. Tapi secepat tubuh Perth menghindar, masih kalah cepat dari gerakan Meen yang tiba-tiba saja bisa mengunci leher Perth.

"Jangan pernah merasa iba dengan lawanmu. Jika dia jatuh, gunakan kesempatan untuk terus memukulnya telak. namun jika lawanmu terlalu kuat maka gunakan kesempatan untuk lari. Bagaimanapun juga kau harus lihat-lihat kekuatan lawanmu. Jangan memaksakan diri jika kau tahu hasil akhirnya", ucap Meen. Kuncian lehernya semakin mengerat seiring Perth yang berusaha lolos.

Menyiku kencang bagian perut Meen, Perth dengan cepat membanting tubuh Meen hingga terkapar dibawahnya. Tapi lagi-lagi kepalan tangan yang hendak mengenai wajah Meen terhenti diudara. Membuat Meen langsung membalik tubuh dan menekan   pelan leher pria yang kini berada dibawahnya.

Meen terpaku kala kedua pasang manik mata saling mengunci tatapan dalam jarak dekat. Nafas cepat Perth bahkan terasa hangat menerpa wajahnya. Dan seketika arah pandang Meen turun melihat belah bibir Perth yang sedikit terbuka. Meen bahkan sampai menelan ludahnya sendiri. Ingin sekali Meen melumat bibir berisi Perth.

Arah pandang Meen kembali naik menyusuri wajah berkeringat Perth hingga kembali mengunci tatapan satu sama lain. Perth memang sudah tidak ingin menyerangnya lagi maka dari itu, ia pasrah dibawah pria yang masih saja melihatnya.

"Mau sampai kapan kau berada diatasku", ucap Perth..

Meen seketika gelagapan, tubuhnya bergerak bangun dengan tangan yang mengusap tengkuknya malu. Bisa-bisanya ia malah menikmati wajah Perth.

"Kau tidak apa-apa kan?", lanjut Perth menatap Meen yang terduduk disampingnya.

Meen hanya mengangguk dan menoleh sekilas pada Perth yang masih terlentang.

"Aku akan ambil minum", ucap Meen segera beranjak meninggalkan Perth. Ia butuh waktu menetralkan debaran jantungnya.

Sedangkan Perth terbangun untuk mengganti seragam taekwondonya. Ini sudah hampir petang, jadi ia berniat untuk pulang.

Gedung Meen memiliki tiga lantai. Lantai atas sebagai tempat istirahat, lantai dua tempat latihan dan lantai satu tempat makan kecil yang dibangun oleh ibunya. Walau ibu dan ayahnya memiliki usaha, tidak membuat Meen selalu mengandalkan uang dari mereka. Pria itu juga memiliki kerja sampingan dihari sabtu dan minggu sebagai pengantar makanan ditempat lain. Orang tuanya tau, dan itu tidak masalah selagi tidak menghalangi waktu belajarnya.

Perth | Random story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang