2.5

96 13 37
                                    

Meen terhenti sejenak dibelakang Perth saat kedua matanya melihat sahabatnya itu tampak tenang melihat plaster motif hati ditangannya.

Sedangkan ditangan Meen ada kotak p3k. Ia berniat mengobati tangan Perth setelah selesai membersihkan diri.

Dengan helaan nafas kecil, Meen kembali berjalan menuju ranjang singgle miliknya.

"Plaster yang lucu, beli dimana?", basa-basi Meen membuka kotak p3k dipangkuannya. Perth tidak menyaut, menutup kotak kecil miliknya lalu beranjak duduk disamping Meen yang langsung meraih tangan Perth dan mulai mengobatinya.

Keheningan melanda. Perth menatap pria yang terlihat sibuk memberi antiseptik pada luka tangannya, bibir Meen bahkan terkadang meniup-niup pelan membuat Perth mengulum senyum diperlakukan segitu lembutnya oleh sang sahabat.

"Meen",

yang dipanggil mengangkat wajahnya, "hm? apa sakit?", lembut Meen bertanya. Sudut bibir Perth kian naik menatap Meen. Jangan tanyakan jantung Meen yang kian beraksi gila. Pria itu bahkan menelan ludahnya kasar melihat prianya tersenyum dekat dihadapannya.

Berdehem guna menetralkan rasa gugupnya. Meen kembali menunduk fokus guna membuat perban kecil mengelilingi luka ditangan pria yang terus menarik senyum.

Meen adalah pria yang baik, pengertian dan paling mengerti dirinya. Perth hanya merasa beruntung memiliki Meen sebagai sahabat dihidupnya. Pria didepannya tidak pernah menuntut apapun padanya.

"Terimakasih", ucap Perth membuat Meen terhenti menatap sejenak Perth, "sudah kubilang, aku akan selalu bersamamu. Jika kau butuh sesuatu jangan sungkan untuk memberitahuku. Apapun itu, cukup katakan padaku", tulus Meen lalu kembali melanjutkan aktifitas membalut luka tangan Perth.

"Sudah selesai, ayo tidur. Kita butuh istirahat untuk hari esok", lanjut Meen membereskan kotak p3k dan beranjak menaruhnya dimeja belajar.

Sedangkan Perth mengangguk kecil menatap pergerakan Meen yang tiba saja berhenti dihadapannya. Pria tinggi itu sedang berpikir tentang ranjang kecilnya.

"Tidurlah, aku akan tidur dilantai", ucap Meen mencari kain yang bisa dipakai sebagai alas di lemari pakaiannya.

Melihat Meen menggelar kain kecil, membuat Perth heran sendiri.

"Ranjangnya memang kecil, tapi kupikir masih muat untuk dua orang daripada harus tidur dilantai tanpa alas. Jikapun harus, aku saja yang dilantai", ucap Perth menatap Meen yang berkacak pinggang dihadapannya.

"Besok aku akan meminta ibu mencuci salah satu matras kecil diruang latihan. Jadi malam ini tidak masalah begini",

"Kalau begitu bersama saja disini. Hanya semalam ini merasakan sempit",

Meen diam menatap Perth yang juga menatapnya. Lama berkutat dengan hati dan pikirannya, Meen menurut.

"Hhhh...baiklah. Ayo tidur", pasrah Meen.

Toh hanya tidur. Pikiran Meen diawal, tapi nyatanya 'hanya tidur' membuatnya terjaga hingga satu jam setelah keduanya berbaring diranjang yang sama.

Perth sudah kealam mimpi. Dan Meen masih mencoba memasuki alam mimpi namun lagi-lagi gagal. Kedua matanya kembali terbuka.

Tidur bersama satu ranjang dengan seseorang yang berhasil memikat hatinya memang tidak bisa dianggap remeh. Efeknya luar biasa, jika bisa memeluknya mungkin akan mudah untuknya tidur tapi keterbatasan dengan ruang yang sempit hingga salling menempel membuat Meen frustasi.

Kepala Meen menoleh melihat pulasnya Perth tertidur menyamping menghadap padanya. Salah satu tangan Perth bahkan terasa memegang lengan Meen dengan nyamannya.

Perth | Random story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang