[ 𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ]
Nama panjangnya Ashana Davinia, perempuan cantik dengan latar belakang keluarga yang bahagia juga berkecukupan. Ia menjatuhkan hatinya kepada seorang laki-laki yang memiliki senyuman seindah mentari. Dia Gavino Ardhaputra --- laki-l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hana rasanya ingin menarik kembali harapan konyol nya. Ucapannya tadi, seakan langsung ditampar oleh kenyataan, bahwa harapan nya sangat salah.
Kenyataannya ini sangat menyakitkan, sungguh.
Apa boleh jika Hana menyesal akan ucapannya beberapa jam lalu? Dan bolehkah Hana berkata bahwa sekarang, ia tidak sudi, harus memiliki masa depan seperti Ayah nya.
Hana menelungkup kan kepala nya, beberapa kali tangannya memukul lantai kamarnya yang terasa dingin. Air matanya terus mengalir, disertai isakan yang terdengar sangat menyesakkan. Dada nya kian sesak, saat perkataan orang tua nya kembali terngiang.
"Perselingkuhan, adalah kelakuan bejat dan tidak pantas mendapat maaf. Daripada saya harus memaafkan anda. Lebih baik kita cerai.. Davin."
Tubuh Hana menegang, ia tidak menyangka, perkataan itu akan keluar dari mulut sang Bunda. Setelah bunda mengatakan itu, tangan Ayah dengan berani menampar pipi mulus Bunda. Tangan yang biasanya memeluk erat, tangan yang biasanya selalu mengelus lembut pipi sang bunda itu, kali ini dengan lancang berani menampar nya.
"Ayah!"
Mereka berdua tampak terkejut dengan kehadirannya. Tanpa memperdulikan itu, Hana berlari ke arah orang tua nya, memeluk sang Bunda erat. Air matanya tiba-tiba mengalir mendengar isakan sang Bunda. "Bunda.. kenapa?" ucap Hana pelan, tapi ruangan yang hening, membuat suara nya terdengar jelas.
Santi tersenyum getir, tangannya terangkat mengusap kasar air mata yang mengalir. Dengan pelan, Santi melepaskan pelukannya. Mata sayu milik nya, menatap mata Hana yang menatapnya penuh tanda tanya.
Saat tak mendapatkan jawaban apapun dari sang Bunda, Hana membalikkan badannya, menatap sang Ayah. Sorot matanya berubah kecewa, ia pandang lama tangan Ayah yang sudah berani menyakiti bunda. Hana menghampiri Davin, memeluk erat laki-laki itu. Lagi, tangisannya kembali terdengar.
Davin mengusap punggung Hana lembut, Hana yang merasakan usapan lembut itu, lantas langsung melepaskan pelukannya. Ia ambil tangan kanan sang Ayah, lalu menatap Davin penuh tanda tanya. "Punggung Hana dielus, tapi kenapa pipi Bunda ditampar? Kenapa beda, Ayah? Kenapa Ayah gak adil?"
"Hana gak mau dielus, sama tangan yang udah berani nampar bunda."
Lagi, Davin hanya diam. Pria itu seakan tak bisa berbicara, untuk sekedar menjelaskan apa yang saat ini terjadi.