[ 𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ]
Nama panjangnya Ashana Davinia, perempuan cantik dengan latar belakang keluarga yang bahagia juga berkecukupan. Ia menjatuhkan hatinya kepada seorang laki-laki yang memiliki senyuman seindah mentari. Dia Gavino Ardhaputra --- laki-l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pulang sekolah, Gavin mengajak Hana pulang bersama. Lebih tepatnya, memaksa. Untuk kali ini, ia tidak menerima penolakan. Gavin berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertaut. Hana yang terus berusaha melepaskan, dan Gavin yang terus menahan agar tidak terlepas.
Langkah Hana dan Gavin terhenti setelah berada di parkiran. Motor mereka sedikit berjauhan.
"Gue bawa motor, Pin."
Gavin mengangguk. "Gue tahu."
"Kita pake motor masing-masing, tapi harus berhenti di satu titik. Gimana?"
"Enggak. Gue---"
"Hari ini gue gak nerima penolakan, Na." Gavin menaiki motornya, lalu menyuruh Hana untuk menaiki motornya sendiri. "Naik ke motor lo, nanti kita berhenti di Bakso RaSa." Hana mendengus, dengan terpaksa ia menaiki motornya, lalu melajukan motornya mendahului Gavin. Laki-laki itu tersenyum kecil, lalu ikut menyusul Hana.
Selama di perjalanan, pandangan Gavin hanya tertuju pada Hana yang sedang mengendarai motornya. Saat ini, mereka baru sampai di tukang bakso langganan Gavin dan Dafa, juga Ayahnya. Hana tidak pernah mencoba, hanya sering melewati tempatnya saja. Karena tempatnya tidak jauh dari sekolah.
Gavin turun dari motornya, begitupun dengan Hana. Cowok itu memegang lengan Hana, lalu mengajak perempuan itu memesan baksonya.
Bakso RaSa itu singkatan dari Bakso Rahma Sandi. Sepasang suami istri itu sudah berjualan bakso dari lima tahun yang lalu.
Kembali kepada Gavin yang sedang memesan bakso dengan Hana di sebelahnya yang hanya diam saja. "Bakso nya dua ya mang, yang satu jangan pake sayur."
"Siap A!"
Lagi-lagi, Gavin mengajak Hana untuk duduk di bangku yang sudah disediakan. Tempat untuk makan di sini lumayan luas, tersedia dua meja panjang dan enam kursi disetiap sisi-sisi meja. Hana duduk di hadapan Gavin. Lalu memalingkan wajahnya ke arah jalanan yang tampak ramai.
Gavin menggenggam tangan Hana yang berada di atas meja. Hana sedikit terkejut, perempuan itu melihat Gavin yang sedang menatapnya dalam. Hana menjadi gugup sendiri.
"Udah ya jauh-jauh dari gue nya?"
Hana tidak menjawab, membuat Gavin menghela nafas. "Kangen ocehan lo, Na." Gavin sedikit terkekeh, tapi sedetik kemudian ia tersenyum kecil saat Hana hanya diam, menatap tangannya yang berada di atas tangan Hana dengan datar.