Lembayung senja sudah mengintip di balik awan-awan. Gintang masih berkutat di depan laptop dengan wajah serius. Teh jasmine dan lemper ayam, kudapan sore yang disediakan kantor belum dia sentuh sama sekali.
Bulan ini, genap satu tahun Gintang menggantikan posisi ayahnya menjadi CEO Mahendra Grup. Perusahaan keluarga turun temurun yang diwariskan dari kakek moyang hingga ayahnya dan kini dirinya.
Sebagai pemimpin baru, muda dan belum menelurkan banyak prestasi, tak jarang Gintang mendengar suara-suara sumbang yang membicarakan dirinya.
Nepotisme lah. Anak bau kencur lah. Pengalaman cetek tetapi sudah sok-sokan jadi pemimpin lah. Dan yang lebih sialan lagi, ketika peramal-peramal musiman mulai memprediksi kalau Mahendra Grup tidak akan langgeng di bawah kepemimpinan dirinya.
Merasa bahwa Gintang belum bisa dilepas begitu saja ke 'medan perang', ayahnya mewariskan Reno, sekretaris dia dulu untuk membimbing putra sulungnya itu.
Reno hanya terpaut usia lima tahun lebih muda dari ayahnya dan telah dianggap lebih dari sekedar rekan kerja biasa. Pria itu diperlakukan sudah seperti bagian dari keluarga Mahendra.
Namun, seminggu yang lalu Reno mengajukan surat pengunduran diri dengan alasan hendak memenuhi amanah mengurus warisan tambak budidaya lele orang tuanya.
"Permohonan ditolak!" Gintang melemparkan surat pengunduran diri Reno ke atas meja kerjanya.
"Maaf, pak. Keputusan saya sudah bulat. Mulai bulan depan saya sudah tidak bisa menjadi sekretaris Pak Boss lagi," ucap Reno menunduk ke arah surat lamaran yang dilempar Gintang.
Rahang Gintang terkatup rapat. Rasanya seolah pendingin udara di ruangan itu tidak berfungsi, dia mengendorkan dasi navy blue yang melingkar ketat di lehernya.
"Kalau tambak lele itu yang menjadi alasan utama, bulan depan saya akan mengurus pembeliannya," ucap Gintang ketus.
"Sekali lagi maaf, pak. Tetapi ini bukan hanya sekedar perkara lele dumbo atau pingkan mambo. Ini tentang a-ma-nah, pak. Amanah. Seperti ayah anda yang telah mengamanahkan Mahendra Grup kepada anda," papar Reno.
"Jadi, posisi kita sama, pak. Kita ini sama-sama pewaris. Bedanya, kalau bapak mewarisi perusahaan yang meluas sampe ke negara bule, kalau saya tambak lele. Lele dumbo indak ado duo," tambahnya.
Gintang mendesah panjang. Punggungnya merosot di sandaran kursi. Jarinya mengetuk-ngetuk pegangan kursi dengan kesal.
Keheningan sesaat menggantung di antara mereka sampai Gintang kembali berkata, "soal rahasia saya - apa bapak sudah memikirkan hal itu? Jujur saja, saya sudah coba berbagai cara mulai dari minum obat tidur, menghirup aroma terapi sampai menghipnotis diri sendiri. Semuanya gagal!" ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bantal, Kopi dan Teman Tidur
Romance[SUDAH TERBIT CETAK] "Sigap, cekatan dan sabar." Gintang Mahendra, seorang CEO muda yang tampan menyebutkan ketiga syarat itu sebagai pengganti sekretaris warisan ayahnya yang mengundurkan diri. Tergiur dengan syarat yang mudah, Tamara Lovanta melam...